Thursday, 1 December 2016

Sebuah Kisah Rumah Windy

Silent Hill

Ia bernama Windy. Gadis berkulit sawo matang yang memiliki rambut ikal berwarna hitam terang. Setiap harinya ia selalu merasa cemas dan takut saat melihat sosok yang tak ingin dilihat semua orang. Kemampuan Windy bisa dibilang turunan dari keluarganya. Setelah mulai terbiasa melihat mahluk-mahluk yang tak enak dipandang. Windy mencoba berinterikasi namun dalam percobaan pertama gagal. Selama itu ia hanya dapat melihat tanpa pernah berinteraksi. Windy bisa dibilang gadis yang penakut. Namun takdir berkata lain atas kemampuannya melihat mahluk astral.
Setiap hari ia selalu mengeluh dan mengeluh dengan rasa kemapuaanya. Windy mencoba bercerita kepada eyang putrinya mengenai penglihatannya. Jalan itu pun buntu. Tidak menghasilkan jalan keluar. Hanya terdengar kata sabar yang keluar dari bibir eyang putrinya.
Beberapa tahun-tahun kemudian Ia mulai merasa gila dan semakin takut. Selama itu ia selalu bercerita tentang mahluk-mahluk yang dilihatnya kepada eyang putrinya. Hari-hari berikutnya sebuah jalan terbuka dari mulut eyang putrinya yang akan memanggil seorang ahli gaib untuk menutup penglihatan cucunya.
Hari itu pun tiba. Windy duduk dalam posisi bersila. Sang ahli dengan mulutnya yang berkomat-kamit membacakan sebuah mantra (doa). Sang ahli terus dan terus mencoba menutupnya. Di puncak tertinggi sang ahli memutuskan menyerah dan tak akan menutupnya. Sebab di dalam tubuh windy selalu menolak untuk ditutup, dikarenakan sebuah turunan.
Mendengar kabar itu, petualangan Windy akan terus berlanjut untuk melihat mahluk-mahluk yang tak ingin dilihatnya.
Barangkali ini puncak dari kisah windy yang diceritakan kepadaku:
Sepulang dari kantor ia memutuskan untuk mandi dan menonton televisi sebelum tidur. Bisa dibilang rumah yang ditinggali Windy dan kedua orangtua-nya cukup besar dan memiliki tangga yang terbuat dari kayu yang sudah diplistur. Semua keluarganya selalu beramai-ramai menonton televisi hingga larut malam.
Setelah semua merasa capai, Windy masuk ke dalam kamar untuk istirahat.
“Krekk!” pintu kamarnya tertutup rapat dan terkunci.
Kamar pun menjadi gelap gulita. Ia sudah siap tertidur dan bermimpi. Beberapa menit kemudian menjelang nyenyaknya. Suara tangis perempuan yang lirih itu pun terdengar di kupingnya. Ia mencoba membuka matanya dengan perasaan takut. Ia pun tidak melihat apa di dalam kamarnya. Suara tangis itu pun hilang terbawa angin.
Malam berikutnya. Setelah membuka pintu kamarnya yang terburu-buru, ia melihat sesosok wanita berambut panjang, berpakaian putih yang menutupi seluruh tubuhnya di pojok samping tempat tidurnya.
Ia segera menutupnya kembali dan berlari menuruni tangga dan duduk di sofa sambil menghela napas. Ia mengingat kejadian kemarin malam yang mendengar suara tangis seorang perempuan. Sekarang mahluk itu pun berada di kamarnya dengan menundukkan kepalanya. Waktu ini tidak pas untuk hadir dan ini baru pertama kali sosok muncul sampai di dalam kamarnya.
Perasaan bimbang pun hadir di dalam benaknya. Lawan dan terus lawan rasa bimbang itu dari di dalam dirinya. Perlahan dan perlahan tubunya menjadi dingin dan melahirkan bulir-bulir keringat di jidat dan tengkuk lehernya. Dua anak tangga lagi yang harus diinjaknya, agar sampai di lantai dua, di mana kamarnya berada.
Pintunya perlahan semakin berat untuk dibuka. “Deg!” pintu terbuka. Wangi kamar tercium sampai hidungnya dari sela-sela pintu yang terbuka. Setengah dari wajahnya mencoba untuk mengintip ke dalam kamar. Mahluk itu pun telah hilang dan mungkin akan kembali lagi, itu yang ada dibenaknya.
Ia memutuskan tidak menutup rapat kamar dan tak mengkuncinya. Lalu lampu tidak akan lagi dimatikan. Semua persiapan itu datang secara tiba-tiba.
Di atas kasur windy berdoa di dalam hati sebelum tidur dengan menghadap ke arah kanan, di mana mahluk itu berdiri. Setelah merasa lelah menghadap ke arah itu, ia mencoba meregangkan tubuhnya. Setelah itu ia menghadap ke arah lain dan sesuatu yang tak diperkirakan akan hadir tepat di sampingnya dengan wajah hancur.
Setelah itu kedua sosok itu pun selalu hadir setiap malam, saat menjelang tidurnya atau saat tidurnya.

“Tak!” Lampu pun mati.

No comments

Post a Comment

© Okdiyan Artha Kusuma | @nebulasenja
Maira Gall
| Published By Kaizen Template | GWFL | KThemes