Saturday, 19 November 2016

Pablo II

Cerita itu kembali diceritakan.
“Apakah kau ingin mendengarkan sebuah cerita? Walau cerita ini tidak terlalu mengasyikan, tetapi cerita ini begitu menarik jika diceritakan di waktu-waktu seperti ini.”
“Apakah kau siap mendengarkannya?”
Sebelum aku menceritakan cerita ini. Periksalah jendela dan punti. Aku tidak ingin ada orang yang menggangu saat aku sedang bercerita.
“Siap!”
“Ehmmm!”
Cerita ini tentang seorang lelaki bernama Pablo, cerita ini pernah diceritakan oleh orang lain yang sudah dipilih untuk menceritakan kisah Pablo ini. Termasuk aku. Pablo mati di telan api, setelah beberapa ekor kutu mengusai pikirannya. Itu cerita yang pernah kudengar sewaktu kecil, di mana pamanku menceritakan kisah itu. Aku masih ingat pesan terkahir kisah yang diucapkan saat paman menceritakan kisah Pablo I. Aku harus menceritakannya dengan keadaan senang, jika aku bercerita mencampurkan dengan perasaan sedih, dendam atau kesombongan. Aku pasti akan mati, seperti yang dialami oleh pamanku, mati tertelan api seperti kisah yang diceritakan dalam Pablo I.
“Ehmmm!”
Pablo selalu bermain air setiap pagi dan menjelang malam. Pablo tinggal di sebuah rumah yang cukup besar, di mana Pablo dikelilingi oleh orang-orang yang baik kepadanya. Pablo akhirnya memutuskan untuk berpetualang meninggalkan rumahnya selama satu malam. Sebelum Pablo benar-benar memustukan Pablo bertemu seeorang temannya bernama Sylvia. Ia adalah cinta pertamanya Pablo. Saat itu Sylvia menceritakan sebuah peta harta karun yang menuju sebuah rumah kosong.
“Pablo. Apakah kau mau menemaniku pergi ke rumah kosong itu? Rumah kosong yang di sudut jalan.” Itu pertanyaan Sylvia untuk Pablo.
Ini adalah kesempatan untuk bisa berduaan bersama Sylvia selama satu malam. Itu yang terpikirkan oleh Pablo. Bukan peta atau harta karun yang dipikirkannya.
“Baiklah jika kau diam. Itu tandanya kau setuju!” Sylvia tersenyum.
Pablo membalas senyumnya.
Besok pagi kita bertemu di tempat ini tepat pukul enam pagi.
“Okeh!” Tanya Sylvia.
“Baiklah!” Jawab Pablo.
Sylvia berlari meninggalkan Pablo dan Pablo hanya dapat mencium sisa-sisa parfum yang ditinggalkan di tempat itu. Pablo kembali ke rumah tanpa berlari, ia hanya berjalan dan tersenyum-senyum.
Pablo tidak bisa tidur dan terus teringat senyumnya. Saat itu Pablo mencoba memejamkan matanya, dan akhirnya ia tertidur selama enam jam. Tidurnya terlalu cepat bagi Pablo sehingga sudah pukul enam pagi. Pablo hampir lupa akan sesuatu dalam hitungan detik, namun ia segera berlari ke kamar mandi lalu melompat ke halaman samping rumahnya.
Sylvia sudah menanti dengan sebuah gulungan kertas berwarna cokelat dan juga senyumnya yang akan tertinggal di pikiran Pablo.
Sylvia tersenyum ketika melihat Pablo hanya dengan memakai celana pendek dan kaos kutang berwarna putih dan sedikit noda di bagian perut. Mulut mereka berdua mengeluarkan uap dingin, dan meniru gaya orang-orang yang sedang merokok. Pablo hanya tertawa. Sylvia segera menunjuk sebuah rumah yang besar yang tertutup kabut yang tebal. Pablo hanya tersenyum melihat rumah itu. Walau dirinya tidak melihat bentuk rumah itu di balik kabut.
Sylvia membuka sebuah gulungan berwarna cokelat yang ditaruhnya di atas tanah, dan terlihat angka- angka dalam kotak-kotak lalu gambar yang aneh, tidak seperti ular tangga pada umunya.
“Apakah kau siap?” Tanya Sylvia.
“Siap!” Jawab Pablo.
Lempar dadu itu. Sylvia memerintah Pablo untuk melemparkan dadu itu.
Dadu itu melambung di udara.
“Enam!” Kata Sylvia.
“Enam?” Kata Pablo.
“Ya!” Seru Sylvia.
Pablo menggerakan batu kecil itu menuju ke angka enam, di mana kotak itu bergambar api dan seseorang dengan salah satu tangannya terpotong. Sylvia tertawa pelan. Pablo memanglah anak yang polos dan tidak tahu apa yang akan terjadi kepada dirinya. Mengenai api dan sepotong tangan.
“Pilihan yang bagus, Pablo.” Itu yang keluar dari mulut Sylvia. Api dan sepotong tangan. Sebuah keberuntungan yang bagus untukmu Pablo.
Seperti kata-kata orang lain di luar sana, sesuatu yang hilang pasti tak akan pernah kembali sesutuhnya. Seperti perasaanmu kepadaku Pablo. Bermainlah bersamaku hingga permain ini berakhir. Pablo melempar dadu untuk terakhir kalinya di mana permain berakhir dan menyisahkan Pablo yang sekarat.
Matilah kau Pablo.


No comments

Post a Comment

© Okdiyan Artha Kusuma | @nebulasenja
Maira Gall
| Published By Kaizen Template | GWFL | KThemes