pinterest.com |
Puluhan peluru berserakan di jalanan, dan puluhan
coretan bertuliskan “sampai jumpa” yang ditulis menggunakan cat berwarna merah.
Saat itu delapan oktober tahun seribu Sembilan ratus Sembilan puluh dua.
Suasana kota benar-benar mencekam, pasukan bersenjata berdiri dan bersembunyi
di sudut-sudut jalan. Jendela, pintu, semua tertutup rapat, sehingga kota ini
terasa dihuni oleh puluhan pasukan bersenjata. Per-ekonomian kota ini terhenti
sejak puluhan pasukan bersenjata mulai bersembunyi dan menembakan peluru seenak
jidatnya.
Delapan oktober seribu Sembilan ratus Sembilan puluh
dua, aku satu-satunya orang yang masih membuka dan menjual jasa di masa-masa
sulit dan tersembunyi ini. Aku memiliki tempat cukur rambut yang bernama,
Slirahmu, yang setiap harinya aku mampu mencukur rambut sebanyak satu orang,
meskipun itu seorang pasukan bersenjata. Aku dapat mencium bau mesiu dari
tubuhnya lalu juga mampu memegang senjata laras panjang yang berat.
Ia bernama Aner. Seorang perempuan yang masih ranum
untuk berkembang menjadi seorang wanita yang cantik. Ia satu-satunya pengunjung
yang datang untuk hari ini. Aner menceritakan banyak pengalamannya mengenai
bagaimana membunuh orang atau menembakan peluru ke arah kepala seseorang. Malam
itu Aner datang tanpa senjata atau bau mesiu. Ia benar-benar cantik dengan
bibir yang tak beroleskan gincu, Ia bukan seperti pasukan bersenjata hari ini.
Aner memberikan aku sebuah senjata berukuran kecil
untuk berjaga-jaga. Ia memberitahuku mengenai target operasi selanjutnya, yaitu
Aku sudah tercatat dalam daftra buronan, dan dituduh sebagai mata-mata
pemberontak. Ia mencoba dan memberitahuku supaya aku meninggalkan kota ini dan
menutup usahanya. Meskipun begitu yang akan terjadi, aku akan tetap di sini
menunggu sampai penembakan itu tiba.
“Terima
kasih!” Kataku.
Ia pergi begitu saja tanpa membalas ucapan terima
kasihku. Walau seperti itu ia meninggalkan dua hal di ingatanku: Pertama.
Kecantikannya. Kedua. Senjata ini. Alangkah indahnya, bila saja diriku hidup
lebih lama, dan tak mati tertembak, aku akan lebih mengenal sosoknya. Namun ia
benar-benar pergi dengan meninggalkan senjata ditanganku.
Pagi ini seluruh kota benar-benar tenang, namun hari
ini adalah kematianku. Benar sekali apa yang diceritakan oleh orang-orang
mengenai kematian, kematian bisa selalu berwujud apa saja. Namun Tuhan telah
memilihkanku kematian dalam bentuk peluru yang akan menembus isi kepalaku atau
bersarang dan tinggal di kepalaku selama-lamanya.
Kematian bagaikan, ‘Rindu yang harus dibayar
tuntas’, seperti yang ditulis oleh Eka Kurniawan.
Hari ini aku tak benar-benar melihat dirinya, ia
menghilang dan membuatku seperti hantu yang selalu mengentayangi sudut jalan di
sana. Sama seperti kematianku yang selalu menjadi hantu di ingatanku.
Melepas rasa bosan dari menunggu kematianku, aku
mencoba duduk dan berpikir bagaimana kematianku akan tiba. Apakah kematianku
akan tiba saat aku sedang buang besar? Atau saat aku sedang makan? Menurutku
keduannya begitu menyedihkan. Mungkin kematianku akan tiba saat aku sedang
duduk dan berpikir seperti saat ini.
DUAR!! Sebuah Peluru melesat ke arah dadaku. Aku
merasa sedih akan kematianku ini, dugaanku salah besar mengenai peluru yang
bersarang di dadaku, bukan bersarang di kepalaku seperti yang kuinginkan.
Kulihat sepasang mata di kejahuan yang menyala di
dalam kegelapan. Kedua mata itu mulai menghilang. Dalam penglihatanku walau tak
begitu jelas, munculah seorang pasukan bersenjata yang aku tahu itu adalah Aner.
Ia mulai mendekat ke arahku dengan sebuah senjata yang masih dapat aku cium
aroma hangat mesiu. Tak begitu lama, DUAR!!! Untuk kedua kalinya aku mendengar
suara itu. Alangkah indahnya sebuah kematian.
No comments
Post a Comment