Tuesday, 15 November 2016

Pablo I


Semua orang datang dan pergi, rapih dan berantakan. Namun Pablo lebih memilih pergi dan rapih ketika ia memutuskan untuk jadi seorang pencerita bagi siapa pun. Kedua orangtuanya tewas setelah kutu-kutu di rambutnya mengusai pikiran kedua orangtuanya untuk melompat ke dalam sumur. Pablo tidak lagi bisa disebut bocah, usianya sudah duapuluhldua tahun. Pablo hidup bersama lagu-lagu dan buku-buku yang ditinggalkan pemiliknya. Dari sana Pablo mulai mencoba jadi pencerita untuk dirinya sendiri.

Pablo tidak pernah menulis untuk cerita-cerita yang ia ceritakan untuk dirinya sendiri. Sebuah kain putih menutupi sebuah kayu berbentuk persegi, Pablo berjalan menarik kain putih itu, munculah sebuah cermin yang memantulkan dirinya sendiri. Sepanjang malam Pablo hanya duduk di depan cermin dan bercerita selama sepuluh tahun. Pablo tidak merasa bosan. Namun Pablo yang lain merasa bosan dan marah, setiap harinya melihat Pablo bercerita terus menerus.

Pablo yang di dalam cermin memutuskan untuk tidak muncul di hadapannya. Saat itu Pablo mencoba mencari dan terus mencari di setiap benda yang memantulkan dirinya sendiri. Alhasil semua benda yang seharusnya memantulkan dirinya sendiri, hanya memantulkan ruang yang berisikan buku-buku.

Bagaimana pun Pablo akan terus mencari dan terus mencari dirinya yang hilang. Cuaca sedang begitu dingin, Pablo membakar buku-buku yang tak memiliki halaman lengkap. Melempar dan terus melemparkan buku-buku ke arah api yang semakin terus membesar. Kobaran api semakin membesar lalu membakar seluruh dinding rumah, hingga rumah itu menghilang dan Pablo ditelan di dalam api.

Pablo sejujurnya tidak benar-benar tertelan api. Sejujurnya Pablo bisa berlari sebelum api membakar seluruh bangunan rumah. Hanya saja Pablo lebih memilih menelankan dirinya sendiri ke dalam kobaran api. Setelah kutu-kutu di rambutnya benar-benar mengusai pikirannya.


Pablo hanyalah Pablo. Sebuah cerita yang tak memiliki ujung cerita dan terus diceritakan dan disadur oleh anak-anak yang sedang merasa sedih dan akan terus berlanjut diceritakan, selama anak-anak masih bisa merasakan sedih.

No comments

Post a Comment

© Okdiyan Artha Kusuma | @nebulasenja
Maira Gall
| Published By Kaizen Template | GWFL | KThemes