Semua orang datang dan pergi, rapih dan berantakan.
Namun Pablo lebih memilih pergi dan rapih ketika ia memutuskan untuk jadi
seorang pencerita bagi siapa pun. Kedua orangtuanya tewas setelah kutu-kutu di
rambutnya mengusai pikiran kedua orangtuanya untuk melompat ke dalam sumur.
Pablo tidak lagi bisa disebut bocah, usianya sudah duapuluhldua tahun. Pablo
hidup bersama lagu-lagu dan buku-buku yang ditinggalkan pemiliknya. Dari sana Pablo
mulai mencoba jadi pencerita untuk dirinya sendiri.
Pablo tidak pernah menulis untuk cerita-cerita yang
ia ceritakan untuk dirinya sendiri. Sebuah kain putih menutupi sebuah kayu
berbentuk persegi, Pablo berjalan menarik kain putih itu, munculah sebuah
cermin yang memantulkan dirinya sendiri. Sepanjang malam Pablo hanya duduk di
depan cermin dan bercerita selama sepuluh tahun. Pablo tidak merasa bosan.
Namun Pablo yang lain merasa bosan dan marah, setiap harinya melihat Pablo bercerita
terus menerus.
Pablo yang di dalam cermin memutuskan untuk tidak
muncul di hadapannya. Saat itu Pablo mencoba mencari dan terus mencari di
setiap benda yang memantulkan dirinya sendiri. Alhasil semua benda yang
seharusnya memantulkan dirinya sendiri, hanya memantulkan ruang yang berisikan
buku-buku.
Bagaimana pun Pablo akan terus mencari dan terus
mencari dirinya yang hilang. Cuaca sedang begitu dingin, Pablo membakar
buku-buku yang tak memiliki halaman lengkap. Melempar dan terus melemparkan
buku-buku ke arah api yang semakin terus membesar. Kobaran api semakin membesar
lalu membakar seluruh dinding rumah, hingga rumah itu menghilang dan Pablo ditelan
di dalam api.
Pablo sejujurnya tidak benar-benar tertelan api. Sejujurnya
Pablo bisa berlari sebelum api membakar seluruh bangunan rumah. Hanya saja Pablo lebih memilih menelankan dirinya sendiri ke dalam kobaran api. Setelah
kutu-kutu di rambutnya benar-benar mengusai pikirannya.
Pablo hanyalah Pablo. Sebuah cerita yang tak
memiliki ujung cerita dan terus diceritakan dan disadur oleh anak-anak yang
sedang merasa sedih dan akan terus berlanjut diceritakan, selama anak-anak
masih bisa merasakan sedih.
No comments
Post a Comment