Monday, 2 November 2015

D



Yang tak dipahami kita hanyalah angin
memotong setiap lembar daun
lalu terjatuh dipangkuan batu
berulang kali-
keluar begitu saja dari
mulutmu ke mulutku.
langit ke tanah
atau, tanah ke langit
memandangmu tetaplah sama
dari mata turun ke hati.
Waktu kembali menemukan
perasaan, yang kau-
pecahkan semalam.
Saban sore kau menghitung
banyak angka, kata bapak ;
“Jadilah anak yang pandai berhitung”
namun kau tak benar-benar
pandai berhitung. Kau khawatir
akan jari-jarimu yang tak
sanggup menampung jumlah
kau bersembunyi di dalam cerminmu
sebelum angin menjatuhkan daun
sepotong cahaya yang menembus masuk itu
-Aku.

Purwokerto, 2015

No comments

Post a Comment

© Okdiyan Artha Kusuma | @nebulasenja
Maira Gall
| Published By Kaizen Template | GWFL | KThemes