Pagi masilah dingin,
matahari belum sepenuhnya keluar,
asap rokok yang menggumpal dari kakak
pertamaku belumlah banyak,
secangkir kopi, melambungkan uap ke
langit-langit,
Embun masih menghinggapi dedaunan,
rintik demi rintik, hujan jatuh dengan
rahasia,
pecah, menghantam Tanah,
selanjutnya bulir air jatuh,
sepuluh jariku tak bisa menghitungnya,
hujan di hari senin,
mekar payung dengan langkah terburu-buru,
sepasang langkah kaki tak ingin menginjak
air,
karena rahasia kenangannya, mengenai
hujan,
bau tanah yang basah,
anak kecil, memberangkatkan kapal kertas,
senyum di wajahnya nampak sumringah,
keberangkatannya sesederhana itu,
hujan sebagai pengantar,
lalu semua melupakan,
sepasang tangan kekasih,
cinta telah melingkar di jarinya,
oh, hujan di hari senin,
kabel-kabel yang memanjang,
burung sering menghinggapinya,
panjangnya menujumu,
jalan yang pernah dibasahi hujan,
jejak-jejak kita masihlah kering,
isi kepalaku tak pernah aku hujani,
hujan di hari senin,
merindukanmu, seperti suara hujan,
bergemuruh hingga isi kepalaku,
mencarimu,
seseorang dalam kepalaku, takut kau
bersedih,
hujan-hujan membasahi kedua bukit pipimu,
bertedulah.
hujan di hari senin tak selamanya
menakutkan.
No comments
Post a Comment