Embun
yang membasahi jendela kamar. menebarkan bau basah sampai ujung hidung.
tanganku terasa dingin mengahapus embun seperti halnya aku berdoa ketika
sepertiga malam membahas sebuah perasaan kepada Tuhan. Roti isi kacang dan
segelas susu hangat yang aku letakan diatas meja, aku tak merasa asing ketika
pagi menjelang. Ponsel yang sedari tadi hening sesekali aku usap layar yang
mengembun bekas jariku tergambar pada
layar, pesan singkat darimu tak kunjung hadir. Aku tau, sepagi ini kau sedang
melihat acara televisi kesukaanmu. Disampingnya terdapat roti cokelat dan
segelas susu hangat yang sama sepertiku. Aku tau, nanti pukul 07.00 pagi kau
akan mengucap pagi untuk-ku.
Ponselku
berdering dan aku tau itu pesan darimu.
Rintik-rintik
hujan masih membasahi daun jendela, bulir-bulir air menempel erat di tiap kaca.
Pesan singkat darimu ialah kenikmatan pagi. angin yang dibuat kipas angin
mendinginkan kamar dengan aroma jeruk. Foto kekasihku yang menempel di sebuah
pigura yang aku taruh diatas meja belajarku, nampak anggun apalagi garis
bibirnya yang sering aku puisikan setiap malam. dinding-dinding kamar berisikan
beberapa puisi tentang kekasihku bernama dinda.
Sepagi
ini aku mulai mempuisikan sebuah pagi dan merangkum sebuah sayang. komputer
yang sudah menyala redup dari kemarin malam, aku nyalakan sebuah lagu-lagu
sendu dari beberapa musisi luar negeri. Alphabet yang berjejer rapih dalam
susunan qwerty, aku siap puisikan pagi dan merangkum sebuah sayang. ponselku kembali
berdering aku lihat dari layar ponsel muncul sebuah nama yang tak asing, dinda.
Assalam’mualaikum.
Aku
mendengar suara seorang wanita dari seberang sana begitu merdu, aku sangat
menyukainya. komputer yang sedari dari tadi menyala kembali mati, obrolan-obrolan
ini yang aku tunggu karena dinda adalah wanita tersibuk, menurutku. Aku bisa
mencium harum rambutmu yang menghitam walau kita terpisah jarak yang jauh.
Diriku tau Tuhan tidak pernah menciptakan sesuatu yang sia-sia. Jarak ia aku
mempercayai sebuah jarak karena Tuhan menciptakan sebuah rindu, rindu yang
begitu runcing dan terkadang membunuh.
Dinda
dari ujung sana menceritakan semua kegaiatan kerjanya. Aku disini menjadi
seorang pendengar yang menikmati seperti anak kecil yang sedang bercerita film kartun yang mereka sukain. Satu jam lamanya
dinda berceloteh ria, aku sekali lagi menikmatinya dari ujung yang begitu jauh.
Tadinya gerimis mulai menjelma hujan yang begitu lebat semua yang kering
menjadi basah. diujung percakapan kita berpisah sementara.
Ponselku
kembali berdering kali ini pesan BBM dari dinda, berisikan selamat pagi yang
telat. komputer kembali aku nyalakan dan lagu-lagu dari The beatles aku
kumandangkan, supaya hujan serasa hikmat. Beberapa pesan baru yang terlihat di notifikasi e-mail. Aku scroll dari atas kebawah. Semua pesan
e-mail tak begitu penting.
Diriku
mulai bersiap-siap pergi, kemeja merah marun aku kenakan hari ini. dengan
rambut yang begitu rapih, aroma parfum lelaki tercium dari tubuhku. Aku
mengirim sebuah pesan singkat ke dinda.
✉Aku berangkat kerja dulu sayang.
Laju
sepeda motorku semakin kencang aroma sehabis hujan begitu khas. Aku kembali
mencintaimu. setengah jam perjalanan lamanya. Motorku aku parkirkan dekat sepeda
motor seoarang wanita yang aku kagumi. Aku tak mencintainya namun wanita
pemilik motor itu berusaha mencintaiku. Tetapi aku memilih satu, satu ialah
kekal. Wanita pemilik sepeda motor memang anggun dengan rambut memanjang sebahu
dan aroma tubunya begitu nyata.
Aku
sebagai manusia keturunan adam, aku menghargai seorang wanita dengan sebaiknya
namun tak lebih.
Ponsel
terlihat sebuah pesan dari dinda. Diruang kerja aku memasang sebuah pigura foto
yang bergambarkan aku dan dinda sebagai sejarah yang selalu bisa diulang-ulang
jika ingin. Karena sebuah foto ialah ingatan yang kekal. Aku mulai
berakatifitas sebagai manusia sesunggugnya bekerja dan berusaha.
Langit
sore mulai menyala orange, dari balik jendela kantor aku memandanginya.
Kegiatan yang tak pernah aku tinggalkan sebelum aku pulang. senja, aku selalu
saja mempuisikanya di atas ponsel. Karena ini langit sedang cantik-cantiknya.
Mataku semakin malu memandang senja yang membentang cakrawala. Ponselku
berdering panjang aku mengangkatnya
Senja
ini begitu indah dan bukan lagi kehilangan. Dinda esok pulang lalu mataku mulai
mempersiapkan sebuah pesta pertemuan.
Seluruh
benda mati yang aku lihat serasa hidup dan bahagia, rasanya juga ingin mengucap
selamat padaku. Aku berlari kecil menuju parkiran. Wanita pemilik motor itu
sedang menunggu senja juga sama sepertiku. Namun aku abaikan.
Hari
yang aku tunggu, telah datang. pada sebuah kafe yang sepi diriku mendapatkan
seorang wanita yang sedang duduk manis. Kali ini ia tak mengenakan kacamata
yang sering ia kenakan. Rambut yang memanjang kini ia potong sebahu. Kali ini
aku dan dinda merayakan sebuah pesta air mata, pertemuan. Kita saling
menanyakan kabar pada sebuah mata.
Disebuah
jalan yang panjang aku dan dinda melaju melewati sebuah jalan yang kosong.
Sepasang tangan dinda mengeratkan pada perutku. Aku mendengar degub nafasnya
yang tersenggal yang mengambil nafas. Lampu jalan semakin dalam di malam hari
menuju pagi.
Pada
hari sebuah kepulangan dinda. aku membencinya.
Di malam hari aku
melihat sebuah e-mail setelah kepulangan dinda ke Surabaya. Aku membacanya.
Kekasihku, apakah kau
tau? hari ketika saling mengucap sayang
di antara kita dan tuhan sebagai saksi. kita tak takut saat mengucap sayang.
namun kini hujan ialah perpisahan yang siap membasahi bukit pipimu yang akan
kau usap sendiri.
-Dinda-
Aku mencari dinda di
facebook mengobrak-abrik seluruh nama untuk mencarimu. Aku tak menemukanmu.
Seminggu
kepergian dinda dan aku membencinya.
Wanita
pemilik sepeda motor itu aku ajak bicara, Dinda namanya.
Aku
bukanlah ponsel yang sering kau genggam setiap waktu
Aku
bukanlah novel yang sering kau baca, resapi dan pahami
Aku
bukanlah lampu tidur yang ketika malam kau nyalakan dan kau berdoa sebelumnya
Aku
bukanlah jam yang sering melingkar ditangan kirimu, sesekali kau melihatnya
Aku
bukanlah langit-langit kamarmu yang sering kau ajak bicara
Aku
bukanlah lagu-lagu sendu yang sering kau dengar
Aku
bukanlah buku-buku yang sering kau rapatkan
pada
dadamu
Aku
adalah lelaki yang diam-diam masih mencintai sebuah kepergian.
Kepergian
ialah hal yang berpura-puara dan ingin kembali
.
No comments
Post a Comment