![]() |
weheartit.com |
“Nak, bolehkah Kakek bertanya sesuatu?” Tanya kakek.
“Silahkan, kek.”Jawabku.
“Menurutmu usia itu apa? Dan apakah itu penting
untuk kehidupan ini?” Kakek tersenyum setelah bertanya kepadaku. Saat itu juga
aku menundukan wajah dan sambil berpikir mengenai Usia dan kehidupan, apakah
itu penting. “Mmmm, menurutku!” Sebelum aku selesai menjawab, Kakek itu sudah
menghilang seenak diri meninggalkan pertanyaan di pikiranku. Apa arti usia
untuk kehidupan ini.
Pertanyaan itu tidak penting untukku, karena aku
tidak pernah tahu kapan aku dilahirkan. Aku pernah bertanya sama tetangga di
sebelah rumahku, ia tidak pernah tahu kapan aku dilahirkan. Berkata pertanyaan
itu aku ingin tahu kapan aku dilahirkan.
Usia memang penting untuk sebuah identitas. Toh, aku
tidak ingin ditertawakan oleh orang-orang karena tidak tahu berapa usiaku saat
ini. Aku sering berbohong, ini sifat yang tidak pernah diajarkan oleh kedua
orang tuaku dan sesungguhnya aku sangat membencinya. Namun itu satu-satunya
cara aku berbohong tentang usiaku. Aku selalu mencatat ‘kebohonganku’ di buku
kecil, buku ini berisi angka-angka yang berjejer dan sedikit coretan-coretan
bertuliskan namaku.
Pertama kali aku berbohong sewaktu duduk di kelas
empat SD, saat itu seorang temanku bertanya kepadaku, mengenai usiaku. Keringat
berkembang biak dan pecah di dahiku. Temanku terus memaksa ingin tahu berapa
usiaku saat ini. Ehmmmm, ehmmm… usiaku saat ini 10 Tahun. Ye, ye, ye, temanku
gembira setelah mengetahui angka usiaku. Saat itu aku berbohong untuk pertama
kalinya.
Panas sekali cuacanya! Teriak tetangga sebelah
rumahku. Aku hanya tertawa mendengar ocehan tetanggaku, mau seribu ocehan atau
juta’an ocehan, panas ini akan tetap panas. Kusesap secangkir kecil kopi dan
sebatang rokok sam soe di bibir, Aku merasa senang beberapa bulan ini aku tidak
berbohong dan aku tidak tahu berapa usiaku saat ini.
Kumatikan rokok dimulutku kemudian berjalan
menghampiri sebuah cermin besar di ruang tamu. Berdiri dan berkaca, kuperiksa
rambut di kepalaku, apakah ada uban, ternyata tidak kutemukan uban sama sekali.
Bertanda aku masih muda. Apakah uban, usia dan kehidupan saling terikat?
Kepalaku semakin pusing memikirkan usia, uban dan kehidupan.
Usia menurutku tidak penting, usia itu seperti dinding pembatas yang membataskan gerak-gerak kita. Karena usia, teman-temanku berulang tahun sekali dalam setahun. Namun diriku mampu berulang tahun setiap hari dan sesuka diriku. Dikarenakan aku seorang manusia dan hidup, aku membutuhkan usia sebagai identitasku.
Ibu dan ayahku seorang pejabat ternama dan mempunyai
kedudukan di negeri ini. Aku membenci ibu dan ayahku, walau mereka tidak akan
pernah memarahiku atau pun membenciku. Mereka tidak mengenaliku sama sekali,
karena mereka bukan siapa-siapaku. Aku hanya berandai-andai jika mereka menjadi
kedua orang tuaku, apakah mereka akan tahu berapa usiaku saat ini.
Lebih baik aku tidur siang dan esok harinya aku akan memangkas rambutku hingga habis.
No comments
Post a Comment