Tuesday, 31 May 2016

Sekai no neko/世界の猫

 
   
   Setiap hari Aku selalu berurusan dengan orang-orang aneh, itu yang membuatku menjadi manusia yang baru. Memang Aku selalu melayani orang-orang yang berbeda, sampai aku tak sempat menonton acara kartun kesayanganku. Suatu ketika dari dalam diriku, muncul sebuah pemikiran untuk kabur meninggalkan rumah. Lalu bagaimana dengan warung ini? Toh, Ibu masih sanggup menjaga warung. Bila ayahku tau aku kabur dari rumah tanpa alasan jelas, pasti Ia akan membunuhku atau menghukumku. Pemikiran-pemikiran itu selalu hadir dan menganggu tidur siangku. Memang setelah lulus sekolah menengah, aku disuruh untuk menjaga toko. Kedua orang tuaku di desa bisa dibilang juragan atau orang paling kaya di desa. Seharusnya aku  berkembang seperti teman-teman sekolahku yang sekarang pada pergi merantau dan bekerja di kota-kota besar. Aku pernah memohon kepada ibu dan ayah untuk merantau mencari kerja bareng teman-teman. Tanpa alasan yang jelas, kedua orang tuaku melarangku untuk mencari kerja di luar kota. Aku menjaga warung ini atas perintah ayahku.
Berjam-jam aku duduk di kursi panjang, melihat awan-awan yang selalu hadir dan menghilang setelah kupandang begitu lama. Kerbau, bebek dan beberapa burung saling bercengkrama di sawah yang luas. Menjaga warung membuatku seperti tidak melakukan apa-apa di dunia ini, selain mengeluarkan uang, tersenyum, menundukan kepala, membuka dan menutup warung. Lama-lama membuatku semakin gila dan berani untuk kabur dari rumah. Warung hari ini begitu sepi, membuatku untuk menutup lebih cepat. Ibu selalu tersenyum dan tidak pernah bicara kepadaku, setelah kejadian kebakaran di pabrik ibu bekerja, saat itu aku berumur 6 tahun dan tidak mengetahui apa-apa kecuali ibu selalu menangis sepanjang hari, selama seminggu. Sekitar umur 10 tahun, aku mulai tahu penyebab ibu menangis, karena ia kehilangan pekerjaan. Memang sampai saat ini Pabrik yang terbakar tidak dibangun lagi. Iya, ibu tidak pernah bicara kepadaku, tetapi dengan pelanggan warung ia berbicara walau pelit untuk berbicara panjang, itu yang membuat orang-orang berpandangan ibuku termasuk orang yang judes. Di dalam kamar, beberapa nama kota lahir di kepalaku, seperti kota yang tidak kukenali, apalagi namanya. Kota ini tidak ada di peta, aku sudah menanyakan kepada orang-orang yang sudah pernah merantau.
Kota itu berisikan ribuan burung dan ribuan kucing. Aku selalu bermimpi tentang ribuan burung dan ribuang kucing yang tertidur di seluruh kota. Lalu ribuan burung yang bertengger di kabel-kabel di seluruh kota. Gambaran yang paling kuingat dari dalam mimpiku adalah burung dan kucing. Tidak kulihat adanya manusia melakukan aktifitas. Setiap malam dan bermimpi sama seperti seekor kucing dan seekor burung. Mimpi ini serasa nyata, aku bisa merasakan dinginya kota, bau roti dan asap kayu bakar. Ibu selalu berdiri di depan kamar setiap pagi, sambil tersenyum tanpa mengeluarkan suara, apakah ibu tidak mencintaiku sebagai anaknya? Entahlah. Pagi ini aku tak perlu membuka warung, toh, ibu tidak akan protes kepadaku. Barangkali, ayah yang akan memarahiku. Atau ibu selalu melaporkan semua kegiatanku selama menjaga warung. Seharusnya aku tidak perlu mempunyai pikiran seperti itu. Bila ibu selalu melaporkan kepada ayah itu sebuah kewajaran sebagai orang tua. Tetapi tidak wajar sebagai orang tua tidak pernah berbicara kepada anaknya sendiri, atau memukuli anaknya sendiri dengan sabuk. Punggung di tubuhku sudah puluhan kali menerima cambukan sabuk, sehingga aku kebal dan tak merasakan sakitnya. Cambukan pertama kali sangatlah sakit, semalaman diriku menangis menahan rasa sakit. Pernah aku mencuri sabuk ayahku, menyembunyikannya di loteng, supaya tidak lagi ada hukuman.
Ribuan kucing dan ribuan burung selalu terbayang-bayang. Perjalanan? Itu yang harus kulakukan demi merubah diriku menjadi manusia yang lebih baik. Pikiran mau ke mana itu selalu membuatku untuk membatalkan saja. Namun ribuan kucing dan burung selalu nampak nyata dan hadir. Keputusanku untuk melakukan perjalanan sudah membulat. Kulihat seekor kucing tertidur di atas kasur, matanya menatap kepadaku, lalu si kucing melompat. Melenggang keluar menoleh sedikit kepadaku, seakan memberi tanda kepaku untuk mengikutinya. Si kucing berhenti di depan kamar mandi. Kucing itu mengeong, seperti memerintahku untuk masuk ke dalam kamar mandi. Aku berdiri di dalam kamar mandi, si kucing kembali mengeong beberapa seperti memerintahku untuk menutup pintu kamar mandi.
Setelah kututup pintu kamar mandinya. Aku mencium bau roti dan bau kayu bakar, asap putih tipis memasuki celah-celah di bawah pintu kamar mandi. Segera kubuka perlahan, aroma roti dan aroma kayu bakar semakin nyata. Toh, ibuku tidak pernah membuat roti menggunakan kayu bakar. Terlihatlah sesosok kucing yang sedang membuat roti. Kucing?. Aku kembali menutup pintu kamar mandi. Mana mungkin seekor kucing membuat roti dengan kayu bakar, dan kudengar ia berbicara seperti manusia. Roti yang sedang dibuat oleh seekor kucing itu memiliki aroma yang sama, yang tercium di mimpiku. Apakah aku sudah melakukan perjalanan? Melawan waktu  dan alam sadar. Dok. Dok. Pintu diketuk dari luar. Perasaan takut sangatlah besar ketika ingin memegang gagang pintu, kubuka pintu lalu tersenyum. Seekor kucing yang sedang membuat roti hanya tertawa. Kulihat diriku dalam kaca, diriku sudah menjadi seekor kucing bercorak hitam dan putih, mataku biru seperti krstyal. “Selamat datang di negeri seribu kucing, nak.” “Saya adalah ibumu yang sesungguhnya, di dunia sana hanyalah tubuh yang kosong. Apa yang kau lihat sekarang inilah jiwa ibumu yang sesungguhnya.” Aku memeluk ibu dengan perasaan yang luas dan tak ingin melepasnya. “Maafkan ibumu, nak. Selama ini kau hanya melihat ibu hanya tersenyum.” Memang kenapa ibu bisa berada di sini?” Setelah kejadian kebakaran pabrik, seminggu kemudian ibu melihat seekor kucing yang manis dan cantik, membawa ibu menuju ke kamar mandi. Seperti yang kau alami.” “Lantas mimpi seribu burung itu apa? Bu” Seribu burung menandakan dirimu akan bebas memilih atau bisa juga kau akan mati. Jika di mimpimu yang muncul seekor burung gagak. “apa yang muncul di mimpimu, nak?” “sepertinya bukan burung gagak, melainkan burung-burung kecil dengan jumlah yang banyak, bertengger di kabel-kabel sepanjang kota. Kucing dan burung menjadi satu di kota.”
Berarti mimpimu itu baik, nak. Kita sebagai kucing akan hidup bersama ribuan burung. Kita harus menjaga perbedaan untuk menjadi satu. Sebab Tuhan Maha Penyanyang. Karena burung dan kucing tidak pernah bersahabat. “kenapa? Bu” Karena burung dan kucing tidak ingin bersahabat. Mereka dan termasuk kita mempunyai wilayah dan kehidupan sendiri-sendiri. Tetapi ada pengecualian buat burung-burung boleh turun ke daratan untuk minum dan makan.
“Apakah aku bisa kembali menjadi manusia lagi? Bu.” Ini sebuah pilihan yang sudah kau pilih, dan semua sudah dipertanggung jawaban kepada dirimu sendiri. “Lantas tubuhku di dunia sana bagaimana, bu?” Tubuhmu di sana melakukan seperti apa kau beraktifitas seperti membuka warung dan tersenyum.
Ribuan burung mulai hadir di angkasa dan bertengger di kabel dan pohon-pohon juga atap-atap rumah. Namun burung-burung ini tidak bisa berbicara berbahasa manusia. Namun burung-burung paham apa yang dibicarakan kucing.  Kubuka jendela di ruang tamu, aku tersenyum kepada burung-burung yang bertengger di kabel telepon.

Setiap sore burung-burung itu terbang menuju matahari terbenam. Esok harinya sudah bertengger di kabel-kabel juga atap dan pohon. Sore harinya burung-burung itu kembali terbang menuju matahari terbenam. Lalu ibu selalu bercerita, dan aku selalu tertidur dipangkuannya.

No comments

Post a Comment

© Okdiyan Artha Kusuma | @nebulasenja
Maira Gall
| Published By Kaizen Template | GWFL | KThemes