Setiap
hari Aku selalu berurusan dengan orang-orang aneh, itu yang membuatku menjadi
manusia yang baru. Memang Aku selalu melayani orang-orang yang berbeda, sampai
aku tak sempat menonton acara kartun kesayanganku. Suatu ketika dari dalam diriku,
muncul sebuah pemikiran untuk kabur meninggalkan rumah. Lalu bagaimana dengan
warung ini? Toh, Ibu masih sanggup menjaga warung. Bila ayahku tau aku kabur
dari rumah tanpa alasan jelas, pasti Ia akan membunuhku atau menghukumku.
Pemikiran-pemikiran itu selalu hadir dan menganggu tidur siangku. Memang
setelah lulus sekolah menengah, aku disuruh untuk menjaga toko. Kedua orang
tuaku di desa bisa dibilang juragan atau orang paling kaya di desa. Seharusnya
aku berkembang seperti teman-teman
sekolahku yang sekarang pada pergi merantau dan bekerja di kota-kota besar. Aku
pernah memohon kepada ibu dan ayah untuk merantau mencari kerja bareng
teman-teman. Tanpa alasan yang jelas, kedua orang tuaku melarangku untuk
mencari kerja di luar kota. Aku menjaga warung ini atas perintah ayahku.
Berjam-jam
aku duduk di kursi panjang, melihat awan-awan yang selalu hadir dan menghilang
setelah kupandang begitu lama. Kerbau, bebek dan beberapa burung saling
bercengkrama di sawah yang luas. Menjaga warung membuatku seperti tidak
melakukan apa-apa di dunia ini, selain mengeluarkan uang, tersenyum, menundukan
kepala, membuka dan menutup warung. Lama-lama membuatku semakin gila dan berani
untuk kabur dari rumah. Warung hari ini begitu sepi, membuatku untuk menutup
lebih cepat. Ibu selalu tersenyum dan tidak pernah bicara kepadaku, setelah
kejadian kebakaran di pabrik ibu bekerja, saat itu aku berumur 6 tahun dan
tidak mengetahui apa-apa kecuali ibu selalu menangis sepanjang hari, selama
seminggu. Sekitar umur 10 tahun, aku mulai tahu penyebab ibu menangis, karena
ia kehilangan pekerjaan. Memang sampai saat ini Pabrik yang terbakar tidak
dibangun lagi. Iya, ibu tidak pernah bicara kepadaku, tetapi dengan pelanggan
warung ia berbicara walau pelit untuk berbicara panjang, itu yang membuat
orang-orang berpandangan ibuku termasuk orang yang judes. Di dalam kamar,
beberapa nama kota lahir di kepalaku, seperti kota yang tidak kukenali, apalagi
namanya. Kota ini tidak ada di peta, aku
sudah menanyakan kepada orang-orang yang sudah pernah merantau.
Kota
itu berisikan ribuan burung dan ribuan kucing. Aku selalu bermimpi tentang
ribuan burung dan ribuang kucing yang tertidur di seluruh kota. Lalu ribuan
burung yang bertengger di kabel-kabel di seluruh kota. Gambaran yang paling
kuingat dari dalam mimpiku adalah burung dan kucing. Tidak kulihat adanya
manusia melakukan aktifitas. Setiap malam dan bermimpi sama seperti seekor
kucing dan seekor burung. Mimpi ini serasa nyata, aku bisa merasakan dinginya
kota, bau roti dan asap kayu bakar. Ibu selalu berdiri di depan kamar setiap
pagi, sambil tersenyum tanpa mengeluarkan suara, apakah ibu tidak mencintaiku
sebagai anaknya? Entahlah. Pagi ini aku tak perlu membuka warung, toh, ibu
tidak akan protes kepadaku. Barangkali, ayah yang akan memarahiku. Atau ibu
selalu melaporkan semua kegiatanku selama menjaga warung. Seharusnya aku tidak
perlu mempunyai pikiran seperti itu. Bila ibu selalu melaporkan kepada ayah itu
sebuah kewajaran sebagai orang tua. Tetapi tidak wajar sebagai orang tua tidak
pernah berbicara kepada anaknya sendiri, atau memukuli anaknya sendiri dengan
sabuk. Punggung di tubuhku sudah puluhan kali menerima cambukan sabuk, sehingga
aku kebal dan tak merasakan sakitnya. Cambukan pertama kali sangatlah sakit,
semalaman diriku menangis menahan rasa sakit. Pernah aku mencuri sabuk ayahku,
menyembunyikannya di loteng, supaya tidak lagi ada hukuman.
Ribuan
kucing dan ribuan burung selalu terbayang-bayang. Perjalanan? Itu yang harus
kulakukan demi merubah diriku menjadi manusia yang lebih baik. Pikiran mau ke
mana itu selalu membuatku untuk membatalkan saja. Namun ribuan kucing dan
burung selalu nampak nyata dan hadir. Keputusanku untuk melakukan perjalanan
sudah membulat. Kulihat seekor kucing tertidur di atas kasur, matanya menatap
kepadaku, lalu si kucing melompat. Melenggang keluar menoleh sedikit kepadaku,
seakan memberi tanda kepaku untuk mengikutinya. Si kucing berhenti di depan
kamar mandi. Kucing itu mengeong, seperti memerintahku untuk masuk ke dalam
kamar mandi. Aku berdiri di dalam kamar mandi, si kucing kembali mengeong
beberapa seperti memerintahku untuk menutup pintu kamar mandi.
Setelah
kututup pintu kamar mandinya. Aku mencium bau roti dan bau kayu bakar, asap putih
tipis memasuki celah-celah di bawah pintu kamar mandi. Segera kubuka perlahan,
aroma roti dan aroma kayu bakar semakin nyata. Toh, ibuku tidak pernah membuat
roti menggunakan kayu bakar. Terlihatlah sesosok kucing yang sedang membuat
roti. Kucing?. Aku kembali menutup pintu kamar mandi. Mana mungkin seekor
kucing membuat roti dengan kayu bakar, dan kudengar ia berbicara seperti
manusia. Roti yang sedang dibuat oleh seekor kucing itu memiliki aroma yang
sama, yang tercium di mimpiku. Apakah aku sudah melakukan perjalanan? Melawan waktu dan alam sadar. Dok. Dok. Pintu diketuk dari
luar. Perasaan takut sangatlah besar ketika ingin memegang gagang pintu, kubuka
pintu lalu tersenyum. Seekor kucing yang sedang membuat roti hanya tertawa. Kulihat
diriku dalam kaca, diriku sudah menjadi seekor kucing bercorak hitam dan putih,
mataku biru seperti krstyal. “Selamat datang di negeri seribu kucing, nak.” “Saya
adalah ibumu yang sesungguhnya, di dunia sana hanyalah tubuh yang kosong. Apa yang
kau lihat sekarang inilah jiwa ibumu yang sesungguhnya.” Aku memeluk ibu dengan
perasaan yang luas dan tak ingin melepasnya. “Maafkan ibumu, nak. Selama ini
kau hanya melihat ibu hanya tersenyum.” Memang kenapa ibu bisa berada di sini?”
Setelah kejadian kebakaran pabrik, seminggu kemudian ibu melihat seekor kucing
yang manis dan cantik, membawa ibu menuju ke kamar mandi. Seperti yang kau
alami.” “Lantas mimpi seribu burung itu apa? Bu” Seribu burung menandakan
dirimu akan bebas memilih atau bisa juga kau akan mati. Jika di mimpimu yang
muncul seekor burung gagak. “apa yang muncul di mimpimu, nak?” “sepertinya bukan
burung gagak, melainkan burung-burung kecil dengan jumlah yang banyak,
bertengger di kabel-kabel sepanjang kota. Kucing dan burung menjadi satu di
kota.”
Berarti
mimpimu itu baik, nak. Kita sebagai kucing akan hidup bersama ribuan burung. Kita
harus menjaga perbedaan untuk menjadi satu. Sebab Tuhan Maha Penyanyang. Karena
burung dan kucing tidak pernah bersahabat. “kenapa? Bu” Karena burung dan
kucing tidak ingin bersahabat. Mereka dan termasuk kita mempunyai wilayah dan
kehidupan sendiri-sendiri. Tetapi ada pengecualian buat burung-burung boleh
turun ke daratan untuk minum dan makan.
“Apakah
aku bisa kembali menjadi manusia lagi? Bu.” Ini sebuah pilihan yang sudah kau
pilih, dan semua sudah dipertanggung jawaban kepada dirimu sendiri. “Lantas
tubuhku di dunia sana bagaimana, bu?” Tubuhmu di sana melakukan seperti apa kau
beraktifitas seperti membuka warung dan tersenyum.
Ribuan
burung mulai hadir di angkasa dan bertengger di kabel dan pohon-pohon juga
atap-atap rumah. Namun burung-burung ini tidak bisa berbicara berbahasa
manusia. Namun burung-burung paham apa yang dibicarakan kucing. Kubuka jendela di ruang tamu, aku tersenyum
kepada burung-burung yang bertengger di kabel telepon.
Setiap
sore burung-burung itu terbang menuju matahari terbenam. Esok harinya sudah
bertengger di kabel-kabel juga atap dan pohon. Sore harinya burung-burung itu kembali
terbang menuju matahari terbenam. Lalu ibu selalu bercerita, dan aku selalu tertidur
dipangkuannya.
No comments
Post a Comment