Telah bersumpah demi langit, akan
selalu duduk di bangku ini tanpa pernah beranjak pergi. Memang cinta rela untuk
dikorbankan demi apa pun dan kebaikan apa pun termasuk penglihatanku.
Kotaku sedang berulang tahun yang ke- 306, seluruh
masyarakat kota mulai berhamburan ke jalan, melihat hiburan tradisional
melintasi jalanan yang terbakar matahari. Sebelum perayaan seluruh anggota
keluarga di komplek perumahan Asri, berkumpul di rumah Pak RT Kulihat bapak
Rizal, bapak Suban dan ibu-ibu yang sedang mempersiapkan hari jadi kota yang
ke-306. Setelah berkumpul dengan bapak-bapak, istriku bergabung dengan ibu-ibu.
Suasana seperti ini membuatku tak merasa nyaman. Yang kutakuti mata-mata liar
dari bapak-bapak di sini, akan memandangi, lekuk tubuh istriku lalu
membayangkan bersetubuh dengan istriku. Dapat kulihat gerak-gerik Pak Andi yang
memandang pantat istriku. Rasanya ingin segera pergi dari tempat ini. Bukan
cuma Pak Andi, namun hampir sebagian bapak-bapak mencuri pandangan ke lekuk
tubuh istriku. Kecuali Pak Toto yang tidak bisa melihat tubuh dan wajah
istriku. Dengan itu aku tidak pernah berprasangka buruk kepada Pak Toto.
Bapak-bapak di sini hanya minum kopi dan membakar rokok, tidak melakukan
apa-apa buat acara besok pagi. Punggung dan pantat istriku mengecap daleman,
disebabkan keringat. Aku semakin khawatir dengan pemandangan seperti ini, dapat
menarik perhatian bapak-bapak.
Semua urusan besok sudah beres, aku dan istriku
pamit lebih cepat. Sebab diriku sudah tidak kuat menyaksikan istriku dilihatin
oleh para mata bajingan. Rasanya aku ingin mencongkel mata-mata itu. Selama
perjalanan menuju rumah istriku selalu menundukan wajah, sebab ia tahu suaminya
sedang marah dan akan dihajarnya. Langkahku kuperlebar dan percepat menuju
rumah, aku ingin menghukum istriku yang rela menjadi perhatian bapak-bapak
bajingan. Kenapa kau pakai baju seperti itu? Sambil menarik lengan baju
istriku. Jawaaabbb!!! Jangan Cuma bisa diam dan menangis. Sekarang kau masuk ke
dalam kamar dan tidur. Kutenangkan kepalaku dengan meminum kopi dan membakar
rokok di ruang tamu. Sepanjang melamun selalu teringat kejadiaan itu, membuatku
semakin berpikiran aneh. Rasanya aku ingin benar-benar membunuh istriku dan
kuawetkan dengan formalin. Hahahaha. Pikiran macam apa ini, masa istri sendiri
ingin kuawetkan, dasar setan, setan Pekok.
Matahari sudah dapat kulihat dari celah kaca. Istriku
sudah tak berada di rumah, dikarenakan mengikuti acara hiburan tradisional
membawa nama komplek. Entah jadi apa istriku? Di acara hiburan tradisional.
Barangkali jadi pengurus makanan kecil dan minuman, mana mungkin istriku jadi
penghibur di acara itu. Pikiranku mulai sesat dan buntu, segera menuju ke jalan
depan komplek. Seluruh jalanan macet, banyak pedagang asongan dan pedagang kaki
lima berserakan. Anak-anak kecil berlari-lari, bunyi suara bakul Es krim.
Peserta pertama hadir dari kecamatan Kebondalem, aku sedikit terhibur
menyaksikan bapak-bapak menjadi ibu-ibu hamil. Beberapa kecamatan sudah
melintas, sekarang tiba giliran dari kecamatan tempat tinggalku, tak kulihat
sosok istriku. Akhirnya aku bisa bernapas lega, kulihat istriku sedang
menggunakan kebaya, dari atas mobil istriku dan ibu-ibu lainnya berdadah kepada
para penonton.kulihat para mata lelaki mencuri pandangan liar kepada lekuk
tubuh istriku.
Sore berakhir. Aku sudah bersiap memarahi istriku. Bayangan
istriku mencuri masuk lewat jendela, sebelum dirinya benar-benar masuk. Aku
sudah bersiap menunggu istriku, kulihat iya menundukan pandangannya. Pasti ia
tahu akan kembali dimarahin. “Bagaimana acara tadi? Ramaikah” tanyaku sambil
melihat tubuh istriku yang tidak bisa menjawab. Kutarik tangannya menuju ke
gudang. Telah kupersiapkan sebuah bangku kayu, tali panjang dan kain hitam. “kau
duduk! Di bangku itu” sambil kuikat tangannya ke belakang punggung. Lalu
menutup wajahnya dengan kain hitam. Istriku tidak suka banyak bicara, setelah
kematian kucing kesayangannya. Entah kenapa aku merasa khawatir dan takut
kehilangannya. Aku tak mau membisu karena kehilangannya. Diriku saat ini lebih
pencemburu hebat, api di tubuhku telah membara, sering sekali membakar
kesadaranku. Lihat! Sendiri, apa yang telah kulakukan kepadanya. Setan telah
bersarang di tubuhku.
Selama dua hari, istriku terikat dan terkurung di
dalam gudang. Banyak sekali ibu-ibu yang mencari istriku. Aku berbohong kepada
ibu-ibu, tukang sayur dan semua orang yang bertanya mengenai istriku dengan
mengatakan istriku sedang pergi mencari kucingnya. Sebagian orang merasa curiga
dengan ucapanku. Bodohnya, bisa membuat karangan cerita yang tidak masuk akal. Kusalahkan
diriku sendiri, sambil meninggalkan semua orang. Setiba di gudang kulepaskan
ikatan di tangannya, juga penutup yang menutupi wajahnya. Istriku masih
menundukan wajahnya, kusuruh ia pergi mandi.
Semakin hari istriku semakin diam, sedangkan aku
semakin tak terkendalikan. Cuaca sedang dingin, aku dan istriku tenggelam di
dalam selimut yang sama. Di atas ranjang aku sudah lama tidak bercinta dengan
istriku selama 5 bulan setelah kematian kucing kesayangannya. Hujan semakin
lebat turun, membasahi seluruh lantai teras depan rumah. Sesuatu yang sudah
lama ingin kudengar kembali terdengar kembali, namun sedikit bergetar ketakutan.
Sayang, bolehkah aku mencari kucingku
yang mati? Tanya istriku dengan bibir gemetar. Bolehlah, sayang jawabku sambil
tersenyum. Apakah kau tidak cemburu bila tubuhku dilihat banyak orang? Apalagi Pak
Andi yang selalu nafsu melihatku. Ia bertanya seperti itu kepadaku. Pastilah membuat
diriku semakin resah dan takut kehilangan. Aku tidak menjawab pertanyaan kedua Istriku. Sayang bagaimana kalo kedua matamu kucongkel! Jadi kau tidak akan
pernah cemburu dan resah lagi. Tiba-tiba aku terkejut pertanyaan yang
menakutkan itu. Bagaimana sayang? Istriku meyakinkanku kembali. Tanpa menjawab
apapun, kuanggukan kepala menyetujui pilihan itu. Sebab aku ingin sembuh dari
pikiran yang selalu setan ini.
Hujan semakin lebat, menutup semua suara di
sekitarnya. Aku tak sanggup mendengar suara istriku sendiri namun ia
memerintahkan aku pergi ke dalam gudang,
dan duduk di bangku itu. Tanganku diikat ke belakang punggung juga mulutku
disumpal dengan kain penutup. Nampak siluet istriku yang hitam membawa sendok
makan sebagai alat untuk mencongkel kedua mataku. Kulihat istriku menjadi iblis
yang kutakuti. Bagaimana sudah siap? Untuk malam ini, sayangku. Istriku
tersenyum, mengambil ancang-ancang untuk mencongkel mataku. Sayang buka matamu,
ini tidak terlalu sakit. Kubuka mataku pelan-pelan, istriku menacapkan ujung
sendok ke dalam mata kananku, lalu mencongkelnya. Sama saja seperti mata
kiriku.
Aku tidak sanggup melihat istriku, dan tidak lagi
terbakar api cemburu. Aku bersumpah dengan diriku sendiri, tidak akan pernah
beranjak dari bangku ini, sebelum istriku kembali dari mencari kucingnya yang
mati.
WOW! Keren sekali tulisan ini, sayang tanda bacanya sangat tidak pas.
ReplyDelete