Monday, 23 February 2015

Tiket Kereta Api




“Aku pulang hari ini!” setumpuk kaos, celana panjang dan beberapa sempak dan bra. Berserakan di atas kasur, koper yang melompong sedari tadi belum terisi pakaian satupun. Ponsel yang belum teirisi penuh dan masalah-masalah kecil belum usai. diriku duduk, menatap kearah keluar jendela, menghabiskan sisa waktu untuk beberapa menit. Aku seharusnya mulai berjalan menuju stasiun kota. Langkahku mulai terburu-buru, memasukan apapun ke dalam koper, kecuali dirimu. 


Sesungguhnya Aku sedang patah hati. Dinding kamar hotel mulai menertawakanku yang brengsek ini. Semua pakaian sudah terkemas rapih di dalam koper, sekali lagi dirimu yang masih berantakan di pikiranku. 

***

Kutinggalkan Kamar hotel dan dirimu. Aku kunci rapat-rapat agar kau tak keluar menyusul tubuhku yang lagi sakit. ini kenang-kenangan dariku, sebuah bekas tendangan kakiku di depan pintu kamar, brengsek!. Kulihat jam tangan yang selalu tepat untukku, secepat-cepatnya aku tak ingin ketinggalan kereta. Lobby hotel, Mba pegawai yang cantik dengan polesan lipstick oranye, serasa sedang menggambarkan perasaaanku yang sedang kaya tai. terhenti di sini untuk mengurus kepulanganku yang terpakasa, kepalaku sedang berbikir menjadi tiga bagian; Dirimu yang tai, kepulanganku dan kereta api.
Akhirnya aku terlepas dari suramnya registrasi Hotel, untuk kepulanganku. Bagaimana caraku pulang? tanpa ketinggalan kereta api. kupaksakan aku mencari kendaraan yang tepat dan cepat menuju stasiun, membunuh diriku?, menabarkan diriku ke sebuah mobil? pikiranku mulai rancu. Kendaraan Ibu Kota yang paling melegenda, kata orang Jakarta. Melintas di depanku. “Bang…Bang…Bang” Bajaipun berhenti mendadak, segeralah aku meninggalkan hotel.
***

Sepanjang  perjalanan menuju Stasiun Kota, diriku mulai menggerutu, sang supir Bajaipun merasa kebinggungan. Memang aku sedang gila untuk hari ini. Aku sudah bisa melihat bangunan tua dan kendaraan umum lainnya. akhirnya sampai juga!. setelah melalui proses membayar yang cukup sengit dan lagi-lagi kaya tai kucing. Aku meninggalkan Bajai rongsok itu. Dan mengejar waktu kepulanganku. Ternyata aku gagal. Tiket kereta api, tertinggal di kamar hotel.  yang sudah aku kutuk. Tai!. 

Aku teringat sebuah sajak yang pernah kau bacakan untukku, sebelum kita bertengkar besar dan putus.

“di bibirmu,
diriku ingin berguling lebih lama
bukan sebagai kecupan ataupun ciuman,
sebab bibirmu menjadikanku gila.”

Benar  diriku sedang gila, bukan sebagai kecupan ataupun ciuman. Karenamu aku tak jadi pulang.

No comments

Post a Comment

© Okdiyan Artha Kusuma | @nebulasenja
Maira Gall
| Published By Kaizen Template | GWFL | KThemes