
Pagi yang dicium
Matahari, cahaya tak sengaja memaparkan pada bibir tipisMu yang sering aku
puisikan. Merah jambu pada warna sebuah liptstick, yang sering kau simpan dalam
Tas. Simpul senyumMu serupa Dewi Bulan, wanita yang cantik dalam kisah-kisah
para dewa. Sedangkan Titik-Titik air selalu saja dijatuhkan malam ke jendela
kamarMu. Embun itu adalah air yang bening, sebening bulat mataMu, terkadang kau
berkedip genit padaku. Dua lesung pipinya, selalu saja membuatku jatuh. Jatuh
pada cinta yang paling dalam.
sesuatu lupa aku
tulis pada bibirMu yang basah. garis bibirMu, menggaris takdir. seperti telapak
tangan kita yang tak pernah saling menggenggam.
Segala hal ingin
aku puisikan, teruntuknya. Setidaknya Cinta kita di restuin oleh Semesta.
Awan-awan mulai memecah, ketika hembus angin memaksanya. Jutaan anak Hujan
mulai jatuh dengan Paksa, segalanya basah dan tak pasti. Seperti pejam pada
kelopak matamu yang gelap. Diekor kunang-kunang tak ada lagi temaram cahaya
yang sering kau ceritakan, ketika malam.
Aku ingin bisikan
sesuatu pada telinga kananMu, bahwa mencintaiMu, hal bersungguh-sungguh,
seperti deras sungai yang tak akan berkahir. Ada yang paling aku takutkan, ketika
aku benar-benar cinta padaMu, Jenuh, jenuh pada titik terlemahku. Perempuanku, ketika
kita benar-benar memputuskan segala doa-doa kita yang sering kita panjat dengan
langit yang sama.
sumber foto: http://www.wikihow.com/Forgive
Begitupun perempuanku :)
ReplyDelete:) berdoalah untuk perempuanmu.
Delete