Sunday, 17 August 2014

Perempuan




 

Pagi yang dicium Matahari, cahaya tak sengaja memaparkan pada bibir tipisMu yang sering aku puisikan. Merah jambu pada warna sebuah liptstick, yang sering kau simpan dalam Tas. Simpul senyumMu serupa Dewi Bulan, wanita yang cantik dalam kisah-kisah para dewa. Sedangkan Titik-Titik air selalu saja dijatuhkan malam ke jendela kamarMu. Embun itu adalah air yang bening, sebening bulat mataMu, terkadang kau berkedip genit padaku. Dua lesung pipinya, selalu saja membuatku jatuh. Jatuh pada cinta yang paling dalam.

sesuatu lupa aku tulis pada bibirMu yang basah. garis bibirMu, menggaris takdir. seperti telapak tangan kita yang tak pernah saling menggenggam.

Segala hal ingin aku puisikan, teruntuknya. Setidaknya Cinta kita di restuin oleh Semesta. Awan-awan mulai memecah, ketika hembus angin memaksanya. Jutaan anak Hujan mulai jatuh dengan Paksa, segalanya basah dan tak pasti. Seperti pejam pada kelopak matamu yang gelap. Diekor kunang-kunang tak ada lagi temaram cahaya yang sering kau ceritakan, ketika malam.

Aku ingin bisikan sesuatu pada telinga kananMu, bahwa mencintaiMu, hal bersungguh-sungguh, seperti deras sungai yang tak akan berkahir. Ada yang paling aku takutkan, ketika aku benar-benar cinta padaMu, Jenuh, jenuh pada titik terlemahku. Perempuanku, ketika kita benar-benar memputuskan segala doa-doa kita yang sering kita panjat dengan langit yang sama.


sumber foto: http://www.wikihow.com/Forgive

2 comments

© Okdiyan Artha Kusuma | @nebulasenja
Maira Gall
| Published By Kaizen Template | GWFL | KThemes