Friday, 30 May 2014

Mountain



Barang-barang sudah persiapkan di dalam tas ransel yang berukuran besar, renata juga sudah mempersiapkan diri dengan matang. Pagi masih gelap matahari masih belum menggantung terlalu dini. Renata berpamitan kepada ibunya, “ hati-hati di jalan ya, rena. “. Renata memeluk ibunya. Renata menghabiskan sarapan yang dibuat ibu sepagi ini.

Renata berjalan ke stasiun dengan berjalan kaki, jarak rumah renata dengan stasiun sangat dekat. Renata melihat Bayu yang sudah menunggu di depan pintu masuk stasiun. Dari belakang punggung renata munculah laras dan natha. Kereta yang akan di tunggangi sudah siap, mereka berempat masuk. Bayu mempersiapkan seluruh tiket. 

Renata melihat kepala kereta api yang begitu gagah, renata tersenyum melihat sang masinis pengemudi kereta. Renata memejamkan mata, berdoa didalam hatinya, semoga selamat sampai tujuan. Amin. 

                                                                        ***

AYO, masuk kereta sebentar lagi berangkat, teriak bayu. Renata, laras, dan natha mengikuti bayu dari belakang. Kami duduk saling berhadapan. Renata duduk dekat jendela, seluruh petugas stasiun mempersiapkan keberangkatan kereta. Suara pria yang keluar dari pengeras suara dan suara sempritan, melepas keberangkatan kita berempat. Kaca jendela kereta api mulai tertutup embun. Bayu, natha dan laras memilih tidur. masih terlalu pagi aku untuk tidur, pemandangan dari balik jendela terasa asri. Matahari mulai menggantung bebas. kuambil buku kecil yang aku simpan di dalam tas. Aku selalu membawa buku ini kemana-mana.

Sehalaman kertas penuh dengan coretan cerita renata. Renata memilih tidur mengikuti tiga temannya.

Renata mendengar percakapan seseorang yang begitu seru, renata membuka kedua matanya. Melihat ketiga temannya sudah bangun. Selamat siang, rena, Ucap laras. Aku hanya tersenyum. Akhirnya aku juga mulai ikut suasana mereka bertiga. Kira-kira nanti kita sampai jam enam sore. 

Di dalam kereta api kitalah yang paling berisik dan heboh. aku memilih tidur kembali.

                                                                        ***
Bangun-bangun sebentar lagi kita sampai di stasiun Probolinggo. Aku terbangun dengan ogah-ogahan. Aku ambil barang bawaanku , aku peluk. Aku melihat orang-orang berjualan. Stasiun Probolinggo, aku membacanya. Kami berempat turun dengan barang bawaanya masing-masing. Kami berempat mengikuti bayu. Saya melihat shuttle bus, akhirnya saya bisa tidur kembali. Adzan mahgrib melepas keberangkatan kita ke desa tengger.

Selama dua jam kami duduk di kursi yang empuk kaya singgah sana raja. Akhirnya kami berhenti. Bayu menayakan pesanan kamar, karena bayu sudah memesan jauh-jauh hari sebelum kita berangkat. Udara disini sudah begitu dingin. Mulutku berasap tanpa perlu merokok, bayu memberikan dua kunci kamar. Aku dengan laras sedangkan bayu sekamar dengan natha. Di dalam kamar aku dan laras, bercerita apa saja menghabiskan malam. Renata melihat puncak gunung dari balik jendela. Selamat memejam, aku mencintaimu.

                                                                        ***
Adzan subuh jatuh ditelingaku, suara ketukan pintu terdengar. Aku melihat laras sudah mengenakan jaket tebal. Kami berempat kumpul di depan homestay, sebelumnya kita berdoa dulu, berdoa mulai. Selesai, ucap bayu. Kami berjalan menuju lereng sekaligus melihat sunrise. Hamparan pasir begitu membentang mata. Renata mempotret seluruh pemandangan ini dengan tersenyum indah. Sesampainya di tangga menunju puncak gunung, kami memilih berjalan kaki.

Dengan keringat yang tak terasa, semua dingin. Kami ber’empat sampai juga ke puncak gunung bromo. 

Aku mencintaimu, Indonesia.

No comments

Post a Comment

© Okdiyan Artha Kusuma | @nebulasenja
Maira Gall
| Published By Kaizen Template | GWFL | KThemes