Pada pernikahanku dengan seorang lelaki bernama Tedy Saputra , tepat pada tanggal 10 febuari 2010, Tedy Saputra mengucap janji “Saya terima nikahnya, Imaniar Putri Binti Ahmad Santoso dengan seprangkat alat sholat di bayar tunai”. Dengan begitu Tedy Saputra telah resmi menjadi suamiku.
Pagi pertamaku dengan
lelaki yang aku cintai yang kini telah menjadi suamiku, setelah selesai sholat
subuh berjama’ah Tedy melanjutkan tidur. Sedangkan aku mulai memasak sarapan
kesukaan suamiku dengan langkah yang pelan aku mulai menyiapkan pakaian kerja
suamiku. Aku takut menggangu tidurnya. Pukul 05.30 pagi, langit sudah tak
menghitam. Fajar sang maha sinar mulai menampakan, Tedy terbangun dari tidurnya
Selamat pagi, Putri dengan kecup
tepat di dahiku. Tedy menuju kamar mandi, aku menyiapkan sarapan pagi yang aku
letakan di meja makan. Ini sarapan pertama dengan suamiku.
Aku sudah siap di meja
makan, menunggu suamiku keluar dari kamar tidur. Rambut yang menghitam yang di
sisir rapih, kemeja berwarna merah marun dengan dasi hitam. Mataku seolah
melihat lelaki lain, dalam kepalaku ini suamiku. Kenapa kamu malah
senyum-senyum begitu ada yang salah dengan penampilanku. Engga ada yang salah,
jawabku. Secangkir kopi dengan asap yang mengepul ke langit-langit, tedy sabar
meniupnya lalu menyeruputnya. Aku hanya tertawa melihat wajahnya yang lucu. Di
meja makan kami berdua mulai bercerita-cerita apa saja. Sebelum berangkat Tedy
tak lupa mendaratkan kecupan di dahiku, begitu pula aku mencium punggung
telapak tangan suamiku. Hati-hati di jalan sayang, lantas suamiku pergi
mengendarain sepeda motornya.
Kini aku mulai
merapihkan seluruh rumah, menyuci maupun menyapu. Kini aku seorang ibu rumah
tangga. Setelah rumah bersih dan beres. diriku mulai mengambil air wudhu,
kukenakan mukenah berwarna putih. seselesai sholat dukha, aku melihat sebuah
pigura foto yang menempel dinding ruang tamu, bergambarkan aku dan suamiku
berserta seluruh keluarga besar. Aku hanya tersenyum dan mengingat waktu tedy
mengucapkan ijab qabul.
Ponselku berdering, aku
melihat di layar bertuliskan satu pesan baru dari suamiku,
“Lagi apa sayang?”.
Dengan begitu aku
membalas pesan suamiku,
“Lagi, duduk di ruang
tamu sayang, nanti jangan lupa sholat duhur dan jangan lupa makan siang”.
Dua menit kemudian
ponselku berdering,
“Baik sayang, sudah
dulu ya aku masih banyak kerjaan”.
Pesan dariku teruntuk
suamiku,
“Baik Komandan”.
Langit sore mulai
habis, aku duduk di depan teras menunggu suamiku pulang. duapuluh menit sebelum
adzan maghrib, terdengar suara sepeda motor yang di kendarain suamiku memasuki
gerbang. Di tangan kiri suamiku membawa sebuah bungkusan. Senyum suamiku
membuat sore ini begitu sempurna. Lalu aku mencium punggung telapak tangan
suamiku, Putri aku bawakan martabak cokelat kesukaanmu. Kita makan bersama
sehabis sholat maghrib sekaligus makan malam. kamu mandi dulu sana sayang, menunggu
suamiku mandi aku menyiapkan makanan di meja makan dan sepiring martabak
cokelat yang di bawa suamiku.
Adzan maghrib
berkumandang aku dan suamiku melakukan sholat berjamaah, suamiku mengenekan
baju kokoh berwarna putih seperti mukenah yang aku kenakan. Wangi tubunya
menusuk hidungku. Suamiku memimpin doa sehabis sholat,
Ya Allah, lindungilah
keluarga kecilku ini dari marabahaya dan berikan kami keturunan sekaligus
rezeki, lalu kami berdua mengaminkan.
Makan malam ini begitu
nikmat dan di akhiri dengan menghabiskan sepiring martabak cokelat. Kepalan
tangan suamiku adalah tempat yang paling terhangat, mengalahkan selimut di
tempat tidur dan pundaknya tempat paling ternyaman, mengalahkan bantal yang
empuk ketika aku tertidur.
Aku dan Tedy
menghabiskan malam dengan tidur-tiduran di tempat tidur, bercerita
semasa-semasa kuliah hingga kita menjadi sepasang suami istri, sampai malam
menyelimuti kita berdua hingga pagi menjelang. Hari minggu ini aku dan Tedy
ingin berkunjung kerumah orang tuaku, sepanjang jalan, aku melingkarkan tangan
di atas perut suamiku hingga sampai rumah kedua orang tuaku. Sesampai di sana
kami mengobrol apapun.
Sepulangnya, kami
mampir di sebuah danau, tempat di mana Tedy menyatakan perasaannya padaku
hingga melamarku untuk menjadi istrinya dan sekarang kita sudah menjadi suami
istri. Aku merasa beruntung mempunyai suami sepertinya. Tangan kita mengepal,
jalan setepak di danau kita susuri kembali, serasa aku kembali bercerita pada
isi kepalaku. Mungkin Tedy juga sepikiran dengan saya.
Hujan mulai menguyur,
aku dan Tedy berlari untuk meneduh, kali ini dua kehangatan aku dapatkan pada
kepalan tangan suamiku dan saku jaket suamiku. Setengah jam kemudian hujan
mulai reda kami berdua cepat-cepat pulang, rintik-rintik sisah hujan membasahi
pakaian kita berdua sedangkan genangan air membasahi sepatu. Hujan ini
mengromantiskan aku dengan suamiku. Setidaknya aku bahagia dengan cara
sesederhana ini. aku mencintaimu seperti hujan aku ingin membasahimu dan
menyegarkanmu.
Dalam perjalanan
pulang, aku bisikan sesuatu yang lirih di kuping suamiku walau tertutup helm “Aku
Mencintaimu”. suamiku hanya mengangukan kepalanya. Kedua tanganku
kembali melingkarkan di atas perut suamiku dan aku merasakan punggung telapak
tanganku di usap, beberapa kali. Aku terlelap di punggung suamiku hingga aku
tertidur.
Sepeluh bulan
pernikahan aku dengan Tedy, kami belum di karuniain seorang anak, aku ataupun
Tedy juga ingin mendambakan kehadiran seorang anak. Semua jenis makanan
penyubur sudah kami makan dan beberepa gaya berhubungan intim kami praktekan.
Tetapi juga belum berhasil, aku tau di dunia ini tidak ada hal yang sia-sia.
kami membahas sebuah
nama buat anak kami kelak, jika nanti anak kami laki-laki aku namakan Natha
Artha kusuma. Jika seorang perempuan kami namakan Putri Ayu Kusuma. Setidaknya
itu sebuah nama yang indah untuk anak kami kelak.
Aku mencintaimu, kecupan
yang mendarat di bibirku dari suamiku.
Sepagi ini aku mulai
memberesakan rumah, dengan rambut yang sudah memanjang. melihat suamiku yang
sedang tertidur pulas dengan brewok dan kumis mulai tumbuh di wajahnya. Kami mulai
menua. Pukul delapan pagi kami berdua pergi untuk berkonsultasi ke sebuah rumah
sakit, dengan sepeda motor. Pada kecepatan 40km/jam menyusuri jalan yang masih
senggang, rumah sakit yang masih nampak sepi. suamiku menuju ruang pendaftaran,
sedangkan aku menunggu di ruang tunggu. Sekembalinya suamiku dan menemaniku
duduk di ruang tunggu dengan hiburan sebuah acara televisi dengan televisi yang
mengantuk di atas.
Suara suster yang
membawa sebuah dorongan yang berisikan obat-obatan untuk para pasien yang aku
dengar pagi ini. aku dan suamiku sangat berterima kasih di beri kesehatan.
‘Kita terlalu pagi, sayang’, tanya suamiku. Lebih baik kita kepagian dari pada
nanti kita kelamaan menunggu di sini, suamiku. Dokter yang memeriksa kami
datang dan para pasien yang lain mulai berdatangan. Aku dan suamiku pasien
pertama.
Seorang suster yang
berwajah cantik keluar dari balik pintu, memanggil sebuah nama Bapak Tedy
Saputra, silahkan masuk. Lantas kami berdua memasuki sebuah ruang yang dingin
namun tak sedingin sebuah kutub, kami menjabat sebuah tangan dan kami mulai berbincang
sebuah permasalahan yang kami perbincangkan di atas kasur setiap malam. suamiku
di bawa ke sebuah ruang dan di periksa lalu beberapa menit kemudian. aku yang
memasuki ruang tersebut yang di masukin suamiku tadi.
“Baik, bapak dan ibu
hasil Test akan kami beritahukan, nanti dan bapak bisa ke sini besok ”, kata
seorang suster yang berwajah cantik dengan sebuah nama Ratna Sari yang
bertuliskan nama di dadanya.
Suamiku dan aku mulai
meninggalkan rumah sakit, kembali pulang.
Semoga kita baik-baik
saja, sayang tidak ada hal buruk. Kami berdua tersenyum. Sehabis itu suamiku
kembali ke kantor sedangkan aku beristirahat di kamar. Di dalam hati aku berdoa
untuk diriku dan untuk suamiku. Aku mulai mengetik sebuah pesan ke suamiku,
“Sayang, jangan lupa
sholat dan makan siang”.
Esok harinya, kami
berdua mengambil hasil Test. Serasa menakutkan pintu rumah sakit ini,
butiran-butiran keringat membasahi dahi suamiku. Masih seperti kemarin aku
meunggu di kursi tunggu dan suamiku pergi menunju ke ruang pendaftaran. Sekembalinya
aku mengusap keringat suamiku dengan sapu tangan hadiah di hari ulang tahunku
dari suamiku.
Tenang, sayang semua
akan baik-baik saja, sekali lagi aku melihat suster cantik itu memasuki ruangan
dengan sebuah Map biru yang bergambarkan logo rumah sakit. Kali ini kami
mendapatkan urutan ke tujuh.
Setengah jam kemudian
nama suamiku di panggil dan kami memasuki ruang yang dingin ini namun kali ini
dinginnya begitu beberbeda. Kami berdua duduk dan sang dokter mengambil sebuah
map biru, yang tadi di bawa suster cantik itu.
Sebelumnya bapak dan
ibu di harap tidak terkejut, kami berdua bertambah resah. Map itu berpindah
tangan ke tangan suamiku. Perlahan suamiku membuka map tersebut, sekarang wajah
suamiku berubah menjadi tatapan kosong, setelah membaca isi map tersebut. Aku
mengenggam tangan suamiku dengan erat.
Maaf bapak, bapak
terkena Infertilitas . aku kaget mendengar kalimat itu serasa langit
mulai runtuh dan menjatuhi kami berdua. kembali aku melihat suamiku yang
menjadi diam dengan penuh tatapan kosong. Aku dan suamiku Tedy meninggalkan
ruangan itu dengan map biru yang aku bawa di tangan kiriku.
Suatu ketika tatapan
yang dulu mesra kini berubah yang kulihat hanyalah dingin pada suamiku. Sayang,
kita masih percaya sebuah muksizat itu ada. Sebaiknya kita berusaha, sabar dan
berdoa, kataku.
Sekarang bulan
kesebelas, suamiku masih tetap dingin.
Suatu malam pada bulan
kesebelas ini, ketika kami berdua di atas tempat tidur. Suamiku memberi sebuah
pertanyaan yang membuatku merasa naik pitam. Sayang, apakah kau
masih mencintaiku, ucap suamiku Iya, aku masih
mencintaimu hingga usiaku habis.
“sayang, maaf aku tidak
bisa memberi sebuah keturunan”.
Sejujurnya aku membenci
sebuah pertanyaan seperti ini, setidaknya kau tak perlu membicarakan ini lagi,
Ketusku.
“Putri, kamu boleh
menikah lagi dengan lelaki lain aku ikhlas kamu menikah lagi”
“Sayang, maaf sebelumnya Bila keinginan ini membuatmu
sedih”.
Aku tak akan menikah lagi sampai kapanpun, aku
mencintaimu dari lebih dan kurangnya. istirahatlah dulu, waktu telah larut.
sementara aku masih
berselimbutkan sedih, di balik lampu kamar yang menyala temaram, aku
berpura-pura tidur. Aku mendengar kau mengucap maaf, sebelum kau tertidur
pulas. Aku ingin menjaga sebuah ke angurahan tuhan, yaitu takdir. Takdir untuk
mencintaimu semampu usiaku.
masih di beri
kesempatan untuk bangun di pertengahan malam-mu, sepasang mataku melihat sesosok
lelaki yang mulai menua tertidur pulas. Diriku beranjak pergi dari tempat
tidur, bergegas mengambil air wudhu.
Rabb.
Biarlah Cintamu dan kasihmu
saja yang kuharapkan,Pada baiknya aku memohon ampun dan berterima kasih
Memohon petunjukmu, ku serahkan semua kata-kataku padamu.
Amin.
Kau masih tertidur pulas di atas kasur
yang membuatmu nyaman. Di depan cermin berukuran 72 x 50 cm tubuhku yang tak
lagi muda dan beberapa helai rambut mulai merubah warna tadinya hitam kini
menjadi putih.
Dengan wajah yang berpura-pura melupakan
obrolan semalam, aku mulai terenyum ke arah suamiku. Kedua bola mata suamiku sudah
tak lagi kosong. Keharmonisan kembali bercerita di atas meja makan. Wangi sabun
dan rambut yang kau sisir rapih, kau telah kembali menjadi suamiku lagi, pagi
ini.
Di sebuah Terminal Bus, suamiku memesan
tiket sedangkan aku duduk di kursi kayu panjang yang mulai lapuk. Dari arah
sebrang suamiku mencari diriku yang tertutup banyak orang, aku lambaikan tangan
ke arah suamiku, suamiku berlari kecil ke arahku. kita berangkat sekitar jam
dua belas siang, sayang. akhirnya kami berdua meninggalkan sisi terminal yang
mulai banyak asap rokok yang mengantung di langit-langit. Kami duduk di sebuah
ruang di sisi temboknya bertuliskan Area bebas asap rokok. Aku tau, suamiku
membenci asap rokok. Dari dalam tas aku mengambil sebuah sapu tangan berwarna
merah jambu, ku usapkan ke dahi suamiku yang basah oleh butiran-butiran kecil
keringat. Terima kasih, sayangku, begitu lirih suamiku mengucapnya.
Aku
melihat dari dalam ruang, hujan mulai membasahi seluruh terminal, orang-orang
mulai berlarian mencari tempat berteduh. Acap kali suamiku selalu melihat ke
arah jam yang melingkar di tangan kirinya. Ayo kita berangkat, bus sudah
datang. akhirnya aku mencium sebuah bau yang khas setelah selesai hujan. Bus
yang kami naiki bertuliskan Jogja. Jujur aku tak tau suamiku mau membawaku ke
mana. Kaca dalam bus mulai mengembun aku menuliskan namamu dan namaku.
Aku dan
suamiku pergi meninggalkan kota kelahiranku sementara, dengan sisa hujan
sebagai jejak ban bus yang mulai meninggalkan terminal. empat jam aku duduk di
kursi Bus dan bergelut dengan dingin di dalamnya.
Malam
pertama aku habiskan di pinggiran jalan malioboro dengan makan malam khas
Yogyakarta. Aku dan Tedy lahap memakan apa saja yang telah di pesan, setelah
selesai aku dan suamiku mulai berkeliling malioboro dengan tas ransel yang
mengelantung di pundak. Kami berdua berjalan kaki mencari sebuah hotel ataupun
motel murah di sekitar daerah malioboro. Setengah jam berkeliling akhirnya aku
menemukan sebuah hotel dengan sebuah nama Hotel Puspo Nugroho. Hotel Puspo Nugroho
mempunyai 24 kamar mempunyai empat tipe kelas di setiap kamarnya, suamiku
memesan kamar yang paling murah karena kami hanya sebentar karena pagi-pagi
kami harus pergi. Aku selalu bertanya kepada seseorang di dalam kepalaku,
sebenarnya kita mau pergi kemana. Suamiku membawa sebuah kunci kamar, lantas
kita berdua menuju kamar beristirahat.
Subuh
datang lebih cepat, aku melihat samping kananku suamiku sudah tak berada di
kasur. Ponsel dan seluruh barangnya tergeletak di atas meja. ada seseorang yang
mengetuk pintu, sepagi ini. aku membukanya, ternyata pelayan hotel mengantarkan
sebuah dua cangkir teh hangat. Pukul 05.30 pagi suamiku masih tak kunjung
datang, teh yang aku minum tinggal setengah dan mulai mendingin. Mendengar
langkah kaki yang mulai mendekat ke arah pintu kamarku, ternyata Tedy suamiku.
membawa sebuah kunci motor. Sayang, minum tehnya dulu, suamiku langsung
meminumnya dengan perlahan. Terima kasih pagi dengan seluruh kesederhanaanya.
Sayang kita berkemas, sayang kita sebenarnya mau pergi kemana. Suamiku tak
menjawab pertanyaanku. Dalam hati aku sedikit kesal dengan itu, sebenarnya aku
mau di bawa kemana.
Tas
ransel sudah kami kenakan, wangi suamiku begitu menusuk hidung dan seluruh
kamar mulai membau parfum suamiku dan parfum punyaku, aromanya begitu wangi.
aku begitu menyukainya. Suamiku mengunci kamar, aku berjalan menuju ruang
utama. Suamiku membayar seluruh biaya penginapan,semua selesai. Aku melihat
sebuah motor berwarna hitam yang bercampur oranye pada setiap bagiannya.
Suamiku memakaikan sebuah helm padaku. Aku mulai melingkarkan tangan di
pinggang suamiku. sekali lagi aku bertanya, sayang kita mau pergi kemana,
tenang sayang kita akan pergi ke daerah Tepus, Gunungkidul.
Kurang lebih jarak yang
kami tempuh sekitar 70km, Tepus tempat yang kami tujuh. Jalanan begitu sepi.
banyak sekali papan yang bernamakan nama pantai Indrayanti. Kami berhenti di
sebuah penginapan dengan nama Walet
Guest House, Bentuknya rumah panggung terbuat dari dinding anyaman bambu yang
dilapisi tirai kain di sebelah dalam. Kami menaruh barang-barang kami dan beristirahat.
Sore telah tiba, Pantainya berpasir putih, air laut sejernih
kaca dengan ombak yang tak terlalu besar. Sepanjang garis pantai aku dan
suamiku berjalan dan meninggalkan jejak telapak kaku kami berdua.
lembayung-lembayung oranye mulai nampak di langit. Aku dan suamiku melewatinya
dengan duduk di pasir yang memutih ini.
Senja peratamaku, suamiku semakin erat menggenggam telapak
tanganku. Suamiku mulai bercerita tentang sejarah Pantai
Indrayanti ini ternyata dulunya bernama Pantai Pulang Syawal, namun namanya
malah lebih populer dengan nama Pantai Indrayanti. Usut punya usut ternyata penamaan
Pantai Indrayanti dikarena salah satu cafe & resto disana dinamai
"Indrayanti". Dan para wisatawan menganggap pantai ini namanya
Indrayanti.
Aku mendengarkan dengan baik ketika
suamiku mulai bercerita. senja di ujung sana mulai habis seluruh langit pantai Indrayanti
berwarna oranye. Dan meninggalkan siluet tubuh kami berdua tergambar pada pasir
putih.
Di sebuah kamar yang gelap, hanya
tercium aroma tubuh, kami merayakan sebuah cinta dan kasih sayang. Aku
mencintaimu, pada sebuah bibir kami saling menyentuh.
Penulis: okdiyan
23/03/14
No comments
Post a Comment