Sunday, 1 May 2016

Clurit Kepala Desa


Dia memiliki tubuh langsing juga tinggi. Rambutnya berwarna merah, seperti mau membakar isi kepalanya. Nur, lahir di kota yang sangat jauh. Pernah Dia bercerita kepadaku mengenai kota kelahirannya. Katanya Salju menghujani seluruh desa. Awalnya para penduduk desa memohon meminta hujan kepada Dewa. Selama sepuluh hari kepala desa dan seluruh penduduk desa beramai-ramai mengunjungi sebuah sungai di ujung desa. Kepala desa memohon kepada masing-masing keluarga, menumbalkan satu orang untuk persembahan. Kepala desa memberi waktu selama sepuluh hari untuk mendaftarkan, siapa yang akan menjadi tumbal. Seluruh wajah penduduk desa begitu khawatir, ketika mendengarkan syarat meminta hujan yang tak masuk akal. Angin terasa berhenti berhembus, daun-daun juga tak jadi mengugurkan. Bila tidak ada yang mau menumbalkan, saya akan membunuh secara acak selama sepuluh hari. Juru bicara kepala desa membubarkan warga dengan salam.

Di hari pertama. Pagi begitu mendung juga hujan yang begitu pelan. Tidak ada yang keluar rumah setelah kepala desa mengumumkan tentang penumbalan secara acak. Desa seperti kuburan tidak ada mahluk hidup yang melalukan aktifitas. Gemuruh petir menambah rasa khawatir para warga. Tidak terkecuali dengan Nur yang telah bersembunyi di bawah tanah. Hari pertama tidak ada tanda-tanda seseorang dibunuh oleh kepala desa. Pagi masih panjang, orang-orang pasti sedang memeluk dirinya sendiri. Nur akan menulis dirinya sendiri selama sepuluh hari. Dari dalam bawah tanah Nur mempersiapkan diri dengan kematiannya. Angin menjadi lebih dingin ketika malam. Terdengar suara langkah kaki yang lambat menuju pintu rumah. Nur, segera berlari ke dalam ruang bawah tanah. Dari ruang bawah tanah, Nur, mendengar suara kepala desa yang berat memerintahkan ajudannya untuk menggeledah seluruh isi rumah. Jika tidak ada seorang pun di rumah ini. Kepala desa memerintahkan salah satu ajudannya untuk merelakan nyawanya. Nur, mendengarkan seluruh perkacapan yang mengerikan itu. Saat itu juga terdengar suara tubuh yang jatuh. Seseorang telah mati. Nur pelan-pelan membuka pinta yang terletak di balik karpet. Pintu rumah tertutup, beberapa noda merah membekas di lantai dan dinding rumah. Kepala desa benar-benar membunuh seseorang.

Seluruh desa benar-benar gelap, tidak ada satupun yang menyalakan lampu. Nur melihat sekitar depan rumahnya. Jalanan berubah menjadi sunyi. Sepertinya kepala desa juga membunuh seluruh hewan malam. Di ujung perampatan terlihat sebuah cahaya senter melintas. Nur, melihat sambil mengerutkan dahinya. Itu kepala desa yang di tangan kirinya membawa sebuah clurit berlumuran darah. Semakin lama cahaya senter itu mendekat ke arah rumahnya. Nur, segera masuk ke dalam ruang bawah tanah dan mengunci pintunya. Kepala desa kembali datang. Di bawah tanah, Nur, segera menuliskan seluruh kejadiaan hari ini. Bahwa kepala desa tidak main-main dengan tumbal dan sebuah nyawa.

Pagi ini matahari begitu cerah dan hangat. Nur, terbangun dari tidurnya. Kemarin malam begitu mencekam bagi dirinya. Nur, keluar menuju atas lalu membuka kunci pintunya. Dari luar jendela orang-orang sudah mulai berkatifitas. Nur, melihat ke arah dinding. Tidak ada lagi noda merah darah membekas di sana. Kekhawatiran, Nur, mulai membesar. Bahwa ini sebuah jebakan, seolah-olah tidak ada pembunuhan. Beberapa ibu-ibu mulai bergosip mengenai kemarin malam. Nur, tidak ingin keluar rumah. Nur, duduk di sebuah kursi sambil membaca koran, mengenai  Tumbal Pesugihan, seperti desas desus tumbal manusia untuk bangunan, mengorbankan nyawa sebagi tumbal. Orang-orang mulai melupakan dirinya sendiri dan menyembah setan. Pada bulan januari, mayat seorang perempun berusia Sembilan tahun ditemukan tergeletak di sebelah lift di suatu komplek apartemen. Di daerah Toa Payoh. Beberapa minggu kemudian setelah tewasnya anak perempuan berusia sembilan tahun. Ditemukan mayat seorang anak laki-laki berusia sepuluh tahun yang tewas tidak jauh dari tempat kejadian pembunuhan sebelumnya. Diduga anak-anak tersebut dikorbankan sebagai tumbal. Beberapa bulan kemudian pembunuh berhasil ditangkap, bernama Adrian Lim. Lim mengaku mempunyai kemampuan gaib, dan menipu sejumlah wanita. Nur, melipat korannya, lalu beranggapan bahwa kepala desa benar-benar telah buta dan melupakan dirinya sendiri.

Desas-desus yang terjadi di desa ini akan terjadi kembali pembunuhan, namun beberapa keluarga memilih meninggalkan desa, dan sebagian beranggapan desas-desus itu tidak benar. Suatu tindakan yang benar yaitu meninggalkan desa ini daripada tewas terbunuh kepala desa. Sore menjelang rumah-rumah mulai mematikan lampu dan mengunci rumah. Suasana desa kembali sunyi. Malam pun tiba. Nur, menunggu cahaya senter di balik celah korden. Sekilat cahaya melewati atap-atap. Kepala desa telah datang dengan clurit ditangganya. Di balik korden, Nur, mengintip. Kepala desa memasuki rumahnya Pak Adnan. Setengah kemudian kepala desa membawa karung berwarna yang ditompang di punggunya. Kepala desa menghilang bersama karung hitam yang dibawanya.

Esok harinya orang-orang benar panik, ketika melihat kepala Pak Adnan. Tergeletak di depan rumahya. Kali ini kepala desa sungguh membuktikan kepada seluruh warga desa mengenai tumbal untuk meminta hujan. Bila dihitung-hitung kepala desa telah membunuh empat orang yaitu; Pak Adnan, Istri Pak Adnan dan anak perempuannya. Lalu salah satu ajudan, kepala desa. Kenapa warga tidak melarikan diri saja, ketika ini benar-benar terjadi. Desas desus yang terdengar orang-orang yang meninggalkan desa akan mati. Bila seperti itu kepala desa telah membunuh tiga keluarga dan satu ajudan.

Menanti sore yang begitu khawatir tentang siapa yang akan menjadi korban selanjutnya. Di hari ketiga ini, penduduk desa mulai resah akan kehadiran kepala desa. Di ujung perempatan kepala desa hadir dengan cahaya senternya sebagai penerang. Di ujung perempatan sana matahari hari ini tenggelam dan menghilang. Penduduk desa mulai bersiap diri menanti kedatangan kepala desa. Akhirnya desa kembali menjadi gelap, orang-orang di dalam sedang memeluk dirinya sendiri. Sekilat cahaya kuning terpantul di atas genteng rumahnya, Pak Subhan. Dengan ribuan pasti, Pak Subhan dan sekeluarga akan tewas. Nur dengan berani melihat kepala desa masuk ke dalam rumah, Pak Subhan. Pak Subhan dan sekeluarga tewas.

Di hari keempat, kelima, keenam, ketujuh, dan kedelapan. Seluruh warga tewas di tangan kepala desa. Warga yang tersisah tinggal dua keluarga; pertama keluarga Pak Ering, kedua keluarga Pak Wartimin. Nur, masih terus menulis di ruang bawah tanah, mengenai kejadian Clurit ganas milik kepala desa. Tiba-tiba seekor kucing hitam dengan mata biru laut. Nur, memandang sesuatu yang luas dan jernih. Si Kucing berbicara lewat perasaan hatinya

“Nur, jadilah seekor kucing sepertiku. Daripada mati tewas terbunuh oleh kepala desa yang buta. Bila dirimu ingin menjadi kucing sepertiku tanpa kehilangan perasaanmu dan ingatanmu. Bunulah dirimu saat ini juga.”
Kucing itu tiba-tiba menghilang dari dalam kepalanya. Nur, teringat terus dengan ucapan kucing itu. Di hari kesembilan ini malam begitu cepat dari biasanya. Cahaya senter milik kepala desa sudah terlihat di kejahuan. Semua terasa cepat, kedua keluarga itu telah tewas di tangan kepala desa. Namun diluar belumlah turun hujan. Sosok bayangan kepala desa menghilang di kegelapan.

            Hari terakhir, dan hujan belum terlihat turun. Berarti hari terkahir ini yang akan tewas adalah Nur. Seekor kucing dengan mata biru laut menghampiri pikirannya. “Nur, jika kamu tidak ingin kehilangan ingatan dan perasaanmu. Bunulah dirimu sendiri, sebab kepala desa tidak meminta hujan. Kepala desa hanya ingin mengambil ingatan dan perasaan penduduk desa. Cepatlah, Nur. Bunulah dirimu, Bunulah. Sebab kepala desa tidak akan datang malam hari. Kepala desa akan datang sore ini. Bunulah dirimu, bunulah dirimu, bunulah.” Seekor kucing menghilang di dalam kepalanya. Sore ini? Nur, segera melihat ke arah luar jendela. Sosok kepala desa dengan clurit penuh noda darah mengarah menuju rumah. Seekor kucing hadir dalam sosok nyata dan berbicara. “Ambil pisau di sana, lalu tusuklah dirimu dengan pisau itu hingga mati. Cepat bunuh dirimu. Sebelum kepala desa mengambil ingatan dan perasaanmu.” Nur, segera mengambil pisau dan menusukan sebanyak lima kali tepat ke arah jantungnya. Sebelum kepala desa sampai.
Kucing itu menghilang dan salju mulai turun.

Seluruh roh korban, pindah ke dalam tubuh seekor kucing. Kucing hitam bermata biru laut, bernama Nur. Setelah beberapa tahun kemudian, Nur, menceritakan kepada seorang anak perempuan berusia enam tahun. Mengenai legenda Desa Salju, sambil berguling-guling. “Dyah, kau akan menjadi sepertiku, menjadi seekor kucing. Beberapa hari lagi kepala desa akan hadir, dan membunuh semua orang. Bunuhlah dirimu sekarang juga.”



No comments

Post a Comment

© Okdiyan Artha Kusuma | @nebulasenja
Maira Gall
| Published By Kaizen Template | GWFL | KThemes