Dia memiliki tubuh langsing juga tinggi. Rambutnya
berwarna merah, seperti mau membakar isi kepalanya. Nur, lahir di kota yang
sangat jauh. Pernah Dia bercerita kepadaku mengenai kota kelahirannya. Katanya Salju
menghujani seluruh desa. Awalnya para penduduk desa memohon meminta hujan
kepada Dewa. Selama sepuluh hari kepala desa dan seluruh penduduk desa
beramai-ramai mengunjungi sebuah sungai di ujung desa. Kepala desa memohon
kepada masing-masing keluarga, menumbalkan satu orang untuk persembahan. Kepala
desa memberi waktu selama sepuluh hari untuk mendaftarkan, siapa yang akan
menjadi tumbal. Seluruh wajah penduduk desa begitu khawatir, ketika
mendengarkan syarat meminta hujan yang tak masuk akal. Angin terasa berhenti berhembus,
daun-daun juga tak jadi mengugurkan. Bila tidak ada yang mau menumbalkan, saya
akan membunuh secara acak selama sepuluh hari. Juru bicara kepala desa
membubarkan warga dengan salam.
Di hari pertama. Pagi begitu mendung juga hujan yang
begitu pelan. Tidak ada yang keluar rumah setelah kepala desa mengumumkan
tentang penumbalan secara acak. Desa seperti kuburan tidak ada mahluk hidup
yang melalukan aktifitas. Gemuruh petir menambah rasa khawatir para warga.
Tidak terkecuali dengan Nur yang telah bersembunyi di bawah tanah. Hari pertama
tidak ada tanda-tanda seseorang dibunuh oleh kepala desa. Pagi masih panjang,
orang-orang pasti sedang memeluk dirinya sendiri. Nur akan menulis dirinya
sendiri selama sepuluh hari. Dari dalam bawah tanah Nur mempersiapkan diri
dengan kematiannya. Angin menjadi lebih dingin ketika malam. Terdengar suara
langkah kaki yang lambat menuju pintu rumah. Nur, segera berlari ke dalam ruang
bawah tanah. Dari ruang bawah tanah, Nur, mendengar suara kepala desa yang
berat memerintahkan ajudannya untuk menggeledah seluruh isi rumah. Jika tidak
ada seorang pun di rumah ini. Kepala desa memerintahkan salah satu ajudannya
untuk merelakan nyawanya. Nur, mendengarkan seluruh perkacapan yang mengerikan
itu. Saat itu juga terdengar suara tubuh yang jatuh. Seseorang telah mati. Nur
pelan-pelan membuka pinta yang terletak di balik karpet. Pintu rumah tertutup,
beberapa noda merah membekas di lantai dan dinding rumah. Kepala desa
benar-benar membunuh seseorang.
Seluruh desa benar-benar gelap, tidak ada satupun
yang menyalakan lampu. Nur melihat sekitar depan rumahnya. Jalanan berubah
menjadi sunyi. Sepertinya kepala desa juga membunuh seluruh hewan malam. Di
ujung perampatan terlihat sebuah cahaya senter melintas. Nur, melihat sambil
mengerutkan dahinya. Itu kepala desa yang di tangan kirinya membawa sebuah
clurit berlumuran darah. Semakin lama cahaya senter itu mendekat ke arah
rumahnya. Nur, segera masuk ke dalam ruang bawah tanah dan mengunci pintunya.
Kepala desa kembali datang. Di bawah tanah, Nur, segera menuliskan seluruh
kejadiaan hari ini. Bahwa kepala desa tidak main-main dengan tumbal dan sebuah
nyawa.
Pagi ini matahari begitu cerah dan hangat. Nur,
terbangun dari tidurnya. Kemarin malam begitu mencekam bagi dirinya. Nur,
keluar menuju atas lalu membuka kunci pintunya. Dari luar jendela orang-orang
sudah mulai berkatifitas. Nur, melihat ke arah dinding. Tidak ada lagi noda
merah darah membekas di sana. Kekhawatiran, Nur, mulai membesar. Bahwa ini
sebuah jebakan, seolah-olah tidak ada pembunuhan. Beberapa ibu-ibu mulai
bergosip mengenai kemarin malam. Nur, tidak ingin keluar rumah. Nur, duduk di
sebuah kursi sambil membaca koran, mengenai Tumbal Pesugihan, seperti desas desus tumbal manusia
untuk bangunan, mengorbankan nyawa sebagi tumbal. Orang-orang mulai melupakan
dirinya sendiri dan menyembah setan. Pada bulan januari, mayat seorang perempun
berusia Sembilan tahun ditemukan tergeletak di sebelah lift di suatu komplek
apartemen. Di daerah Toa Payoh. Beberapa minggu kemudian setelah tewasnya anak
perempuan berusia sembilan tahun. Ditemukan mayat seorang anak laki-laki
berusia sepuluh tahun yang tewas tidak jauh dari tempat kejadian pembunuhan
sebelumnya. Diduga anak-anak tersebut dikorbankan sebagai tumbal. Beberapa
bulan kemudian pembunuh berhasil ditangkap, bernama Adrian Lim. Lim mengaku
mempunyai kemampuan gaib, dan menipu sejumlah wanita. Nur, melipat korannya,
lalu beranggapan bahwa kepala desa benar-benar telah buta dan melupakan dirinya
sendiri.
Desas-desus yang terjadi di desa ini akan terjadi
kembali pembunuhan, namun beberapa keluarga memilih meninggalkan desa, dan
sebagian beranggapan desas-desus itu tidak benar. Suatu tindakan yang benar
yaitu meninggalkan desa ini daripada tewas terbunuh kepala desa. Sore menjelang
rumah-rumah mulai mematikan lampu dan mengunci rumah. Suasana desa kembali
sunyi. Malam pun tiba. Nur, menunggu cahaya senter di balik celah korden.
Sekilat cahaya melewati atap-atap. Kepala desa telah datang dengan clurit
ditangganya. Di balik korden, Nur, mengintip. Kepala desa memasuki rumahnya Pak
Adnan. Setengah kemudian kepala desa membawa karung berwarna yang ditompang di
punggunya. Kepala desa menghilang bersama karung hitam yang dibawanya.
Esok harinya orang-orang benar panik, ketika melihat
kepala Pak Adnan. Tergeletak di depan rumahya. Kali ini kepala desa sungguh
membuktikan kepada seluruh warga desa mengenai tumbal untuk meminta hujan. Bila
dihitung-hitung kepala desa telah membunuh empat orang yaitu; Pak Adnan, Istri
Pak Adnan dan anak perempuannya. Lalu salah satu ajudan, kepala desa. Kenapa
warga tidak melarikan diri saja, ketika ini benar-benar terjadi. Desas desus
yang terdengar orang-orang yang meninggalkan desa akan mati. Bila seperti itu
kepala desa telah membunuh tiga keluarga dan satu ajudan.
Menanti sore yang begitu khawatir tentang siapa yang
akan menjadi korban selanjutnya. Di hari ketiga ini, penduduk desa mulai resah
akan kehadiran kepala desa. Di ujung perempatan kepala desa hadir dengan cahaya
senternya sebagai penerang. Di ujung perempatan sana matahari hari ini
tenggelam dan menghilang. Penduduk desa mulai bersiap diri menanti kedatangan
kepala desa. Akhirnya desa kembali menjadi gelap, orang-orang di dalam sedang memeluk
dirinya sendiri. Sekilat cahaya kuning terpantul di atas genteng rumahnya, Pak
Subhan. Dengan ribuan pasti, Pak Subhan dan sekeluarga akan tewas. Nur dengan
berani melihat kepala desa masuk ke dalam rumah, Pak Subhan. Pak Subhan dan
sekeluarga tewas.
Di hari keempat, kelima, keenam, ketujuh, dan kedelapan.
Seluruh warga tewas di tangan kepala desa. Warga yang tersisah tinggal dua
keluarga; pertama keluarga Pak Ering, kedua keluarga Pak Wartimin. Nur, masih
terus menulis di ruang bawah tanah, mengenai kejadian Clurit ganas milik kepala
desa. Tiba-tiba seekor kucing hitam dengan mata biru laut. Nur, memandang
sesuatu yang luas dan jernih. Si Kucing berbicara lewat perasaan hatinya
“Nur, jadilah seekor kucing sepertiku. Daripada mati
tewas terbunuh oleh kepala desa yang buta. Bila dirimu ingin menjadi kucing
sepertiku tanpa kehilangan perasaanmu dan ingatanmu. Bunulah dirimu saat ini
juga.”
Kucing itu tiba-tiba menghilang dari dalam
kepalanya. Nur, teringat terus dengan ucapan kucing itu. Di hari kesembilan ini
malam begitu cepat dari biasanya. Cahaya senter milik kepala desa sudah
terlihat di kejahuan. Semua terasa cepat, kedua keluarga itu telah tewas di
tangan kepala desa. Namun diluar belumlah turun hujan. Sosok bayangan kepala
desa menghilang di kegelapan.
Hari
terakhir, dan hujan belum terlihat turun. Berarti hari terkahir ini yang akan
tewas adalah Nur. Seekor kucing dengan mata biru laut menghampiri pikirannya. “Nur,
jika kamu tidak ingin kehilangan ingatan dan perasaanmu. Bunulah dirimu
sendiri, sebab kepala desa tidak meminta hujan. Kepala desa hanya ingin
mengambil ingatan dan perasaan penduduk desa. Cepatlah, Nur. Bunulah dirimu,
Bunulah. Sebab kepala desa tidak akan datang malam hari. Kepala desa akan
datang sore ini. Bunulah dirimu, bunulah dirimu, bunulah.” Seekor kucing
menghilang di dalam kepalanya. Sore ini? Nur, segera melihat ke arah luar
jendela. Sosok kepala desa dengan clurit penuh noda darah mengarah menuju
rumah. Seekor kucing hadir dalam sosok nyata dan berbicara. “Ambil pisau di
sana, lalu tusuklah dirimu dengan pisau itu hingga mati. Cepat bunuh dirimu. Sebelum
kepala desa mengambil ingatan dan perasaanmu.” Nur, segera mengambil pisau dan
menusukan sebanyak lima kali tepat ke arah jantungnya. Sebelum kepala desa
sampai.
Kucing itu menghilang dan salju mulai turun.
Seluruh roh korban, pindah ke
dalam tubuh seekor kucing. Kucing hitam bermata biru laut, bernama Nur. Setelah
beberapa tahun kemudian, Nur, menceritakan kepada seorang anak perempuan
berusia enam tahun. Mengenai legenda Desa Salju, sambil berguling-guling. “Dyah,
kau akan menjadi sepertiku, menjadi seekor kucing. Beberapa hari lagi kepala
desa akan hadir, dan membunuh semua orang. Bunuhlah dirimu sekarang juga.”
No comments
Post a Comment