Wednesday, 5 August 2015

Kota Tua



Jalan di sana masih terlihat ramai.
Malam terlihat tegak.
Di antara purnama,
dan kota:
yang cemas.

Pinggir jalan bukan lagi sorga.
Bagi para musafir.
Sepanjang trotoar orang-orang
Tidur dan tenggelam
Kepada angin.

Adzan.
Bergema di kota tua.
Pendoa-pendoa yang baik:
Berdoa untuk dirinya
Sendiri.

Di kota ini.
Aku tersesat.
Aku di mana?
Aku kehilangan.

Tuhan menghilangkan waktu.
Orang-orang tak lagi pandai berhitung.
Aku segera menyusun angka-angkanya,
sebelum ibu tiba.

Bulan memerah.
Kabut pelan-pelan, menggantung:
Di antara punggungmu.

di tepi itu.
Ingin kulindungi dirimu,
dari angin malam.
Yang memangkas kesehatanmu.

Baginyalah aku datang.
Dengan gemetar.
Yang begitu terlalu.

Pernah terbayang, aku ingin menjadi angin.
Menerbangkanmu,
ke sorga.

Bertahun-tahun, mataku,
menjadi bulan.
Melihat orang-orang
Berselimutkan angin.

Ia hanya perempuan
yang mencari kakinya.
Setelah berjalan salah,
memperbaiki:
Kerugian.

waktu itu.
Tidak ada nyala lampu.
Matamu menjadi bulan.
Seperti mataku.
Melihat-melihat:
Orang-orang tersesat.

Doa ditegakkan.
Kepada hati yang sedih.
Di antara dingin
Di antara lalu.

Banyak sekali kerugian.
Kota ini.

No comments

Post a Comment

© Okdiyan Artha Kusuma | @nebulasenja
Maira Gall
| Published By Kaizen Template | GWFL | KThemes