Saturday, 19 July 2014

Rintik Hujan



Hujan bulan Juni.
Malam yang masih terjaga, diriku masih terbaring diatas kasur yang dingin, remang lampu masih menghinggapi kamar.  Aku berdoa esok pagi turun hujan. Getar ponsel membangunkan tidurku yang nyenyak, aku melihat ke arah jendela bulir-bulir rintik hujan membasahi tepian jendela. Bau kayu yang basah serasa aku kembali memahami, hidup tak ada yang sempurna.
Diriku tak lagi sendiri kali ini aku mempunyai kekasih, bernama Lastri. Ia wanita yang selalu membangunkan aku ketika subuh datang, terkadang ia selalu menasihatiku dengan cerewet. Perhatian Lastri padaku terlalu berlebihan namun aku menyukainya. 

Hujan bulan Juli
Diriku masih saja seperti ini. Lastri masih saja cerewet dan membangunkanku ketika subuh. Matahari yang menjulang tinggi, sinarnya mengintip dari celah jendela kamarku. Televisi masih menyala dan orang-orang di dalamnya menatap aku. Diriku masih saja membisu, beberapa jam kemudian mendung menggantung-gantung di langit. Bulir-bulir hujan membasahi seluruh permukaan jendela.

Hujan bulan September.
Lastri dan aku berjalan menyusuri sepanjang pantai dengan desir pasir putih yang menempel nempel seluruh permukaan kaki. Matahari mulai condong, sore kian jatuh terlalu cepat. Hembusan angin pantai memainkan rambut Lastri dengan lucu terbang kesana-kemari. Bias pantulan matahari sore menyinari seluruh air laut. Seakan-akan aku ingin berlama-lama dan tak ingin berkahir. Aku belajar tentang terbit dan tenggelamnya matahari. Sekali lagi dunia ini pasti ada kepergiaan lalu munculah kedatangan. Seperti halnya cinta. 

Lastri dan Danang Sejujurnya mereka berdua tidak ada.

No comments

Post a Comment

© Okdiyan Artha Kusuma | @nebulasenja
Maira Gall
| Published By Kaizen Template | GWFL | KThemes