Musim
penghujan, hujan membasahi seluruh tanah yang kering. Di musim penghujan hujan
begitu dahsyat, rasanya hujan menjual semua kenangan. Orang dalam kepalaku mulai berteriak menang.
Aku ketir.
Pertengahan
bulan Juli. Aku jatuh cinta? Tetapi bukan seperti itu.
Aku
Susilo, lelaki biasa-biasa saja, dengan kulit sawo matang, khas orang jawa. Aku
sendiri lelaki yang tak menyukai hujan. Menurutku hujan, ialah musim yang
menyusahkan. Tanggal 12 Juli aku mulai jatuh cinta, ini jatuh cinta yang lain.
Wanita
disebrang sana dengan rambut lurus memanjang hingga pinggul. Dipemainkan oleh
angin, aku asik melihatnya dengan sedikit mengobrol dengan seseorang di dalam
kepalaku. “ wanita itu cantik sekali. Siapa dia?”.
Bulan
Juli ini tak ada lagi musim kemarau yang kejam. Kali ini basah yang sejuk,
sedang sering memelukku dengan dingin. Wanita itu mulai melangkah kecil,
menginjak setiap genangan air dengan gemas. Walau aku lihat seluruh awan mulai
mendung dengan hitam pekatnya. Aku mulai menuduh, sebelum hujan turun. Hujan
mulai jatuh untuk pertama kalinya membasahi seluruh tanah yang kering. Aku
sendiri melihat wanita itu memang sengaja membasahi diri dengan hujan.
Seluruh
maskaranya luntur, menghitamkan pipinya yang tak lagi lucu. merah pada bibirnya
tak lagi aku lihat. Rasanya aku ingin mendekatinya, aku kasihan melihatnya,
seperti itu. Wanita itu mulai hilang keseimbangan, langkah kakinya sudah tak
lagi terkendali. “Bruk”. Dia terjatuh. Serasa aku ingin berlari. Bodohnya aku
tak bisa bergerak, rasanya hujan memeluku dengan kencang. Sehingga aku hanya
tercenggang.
Wanita
itu berlari dan menghilang dari derasanya hujan.
Beberapa
bulan kemudian, aku bertemu dengannya lagi, kali ini berbeda sekali. Dulu
rambutnya yang memanjang lurus hingga sepinggul. Kali ini rambut pendek yang
memanjang hingga bahunya. Aku beranikan mendekatinya, hingga beberapa langkah.
Aku menghentikan seluruh langkahnya. Diriku mendengar sebuah nama dari
kejahuan. “Hujan”. Seseorang dalam
kepalaku bertanya kepadaku, “siapa Hujan?”.
Wanita
itu sedang asik mengobrol dengan teman wanitanya. Aku memilih duduk tak begitu
jauh darinya, wanita itu masih saja asik mengobrol, sesekali ia bergaya lucu.
Rasanya aku ingin tertawa tetapi aku menahanya.
Musim
Penghujan ini membuatku basah seutuhnya, debar yang dulu perlahan kini aku pacu
dengan kencang. Hatiku yang dulu kering kali ini mulai membasah dan memerah
jambu. Cinta mana yang tak membuat bodoh, seperti aku saat ini.
Jatuh
cintalah kepada orang yang membuat jantungmu berdebar tak seperti biasanya lalu
membuatnya kikuk.
Jatuh
cintalah, sekekehnya kau memalingkannya, kau akan jatuh dan larut di dalamnya.
No comments
Post a Comment