Tuesday, 8 July 2014

Musim penghujan



Musim penghujan, hujan membasahi seluruh tanah yang kering. Di musim penghujan hujan begitu dahsyat, rasanya hujan menjual semua kenangan.  Orang dalam kepalaku mulai berteriak menang. Aku ketir.

Pertengahan bulan Juli. Aku jatuh cinta? Tetapi bukan seperti itu.


Aku Susilo, lelaki biasa-biasa saja, dengan kulit sawo matang, khas orang jawa. Aku sendiri lelaki yang tak menyukai hujan. Menurutku hujan, ialah musim yang menyusahkan. Tanggal 12 Juli aku mulai jatuh cinta, ini jatuh cinta yang lain. 

Wanita disebrang sana dengan rambut lurus memanjang hingga pinggul. Dipemainkan oleh angin, aku asik melihatnya dengan sedikit mengobrol dengan seseorang di dalam kepalaku. “ wanita itu cantik sekali. Siapa dia?”. 

Bulan Juli ini tak ada lagi musim kemarau yang kejam. Kali ini basah yang sejuk, sedang sering memelukku dengan dingin. Wanita itu mulai melangkah kecil, menginjak setiap genangan air dengan gemas. Walau aku lihat seluruh awan mulai mendung dengan hitam pekatnya. Aku mulai menuduh, sebelum hujan turun. Hujan mulai jatuh untuk pertama kalinya membasahi seluruh tanah yang kering. Aku sendiri melihat wanita itu memang sengaja membasahi diri dengan hujan. 

Seluruh maskaranya luntur, menghitamkan pipinya yang tak lagi lucu. merah pada bibirnya tak lagi aku lihat. Rasanya aku ingin mendekatinya, aku kasihan melihatnya, seperti itu. Wanita itu mulai hilang keseimbangan, langkah kakinya sudah tak lagi terkendali. “Bruk”. Dia terjatuh. Serasa aku ingin berlari. Bodohnya aku tak bisa bergerak, rasanya hujan memeluku dengan kencang. Sehingga aku hanya tercenggang.

Wanita itu berlari dan menghilang dari derasanya hujan.

Beberapa bulan kemudian, aku bertemu dengannya lagi, kali ini berbeda sekali. Dulu rambutnya yang memanjang lurus hingga sepinggul. Kali ini rambut pendek yang memanjang hingga bahunya. Aku beranikan mendekatinya, hingga beberapa langkah. Aku menghentikan seluruh langkahnya. Diriku mendengar sebuah nama dari kejahuan. “Hujan”.  Seseorang dalam kepalaku bertanya kepadaku, “siapa Hujan?”. 

Wanita itu sedang asik mengobrol dengan teman wanitanya. Aku memilih duduk tak begitu jauh darinya, wanita itu masih saja asik mengobrol, sesekali ia bergaya lucu. Rasanya aku ingin tertawa tetapi aku menahanya.

Musim Penghujan ini membuatku basah seutuhnya, debar yang dulu perlahan kini aku pacu dengan kencang. Hatiku yang dulu kering kali ini mulai membasah dan memerah jambu. Cinta mana yang tak membuat bodoh, seperti aku saat ini.

Jatuh cintalah kepada orang yang membuat jantungmu berdebar tak seperti biasanya lalu membuatnya kikuk.

Jatuh cintalah, sekekehnya kau memalingkannya, kau akan jatuh dan larut di dalamnya.

No comments

Post a Comment

© Okdiyan Artha Kusuma | @nebulasenja
Maira Gall
| Published By Kaizen Template | GWFL | KThemes